Senin, 29 Februari 2016

P E R K A W I N A N



P E R K A W I N A N
KOMEDI TIGA BABAK
karya  nicolaj gogol
versi   d.djajakusuma


PARA PEMAIN

ACHMAD                  ________________________________________________           
KARTA                      ________________________________________________
KARIM                      ________________________________________________                       
NY. ELIYA                ________________________________________________
ARINA                       ________________________________________________
AMBARITA              ________________________________________________
SITI                             ________________________________________________
SERABI                     ________________________________________________
DAHLAN                   ________________________________________________
ARJUNA                    ________________________________________________

B A B A K  SATU
SEBUAH KAMAR BUJANGAN. ACHMAD SEDANG BERBARING DI DEPAN SEORANG DIRI

ACHMAD
Kukira ini suatu kemestian. Kalau mau dipikir juga sampailah kau pada kesimpulan bahwa seseorang harus kawin. Orang tak bisa tetap membujang seperti ini, terlalu membosankan tapi aku memang terlalu. Aku biarkan waktu berlalu begitu saja. Pembicaraan pertama telah lama sekali dilakukan. Mak Comblang telah datang kemari tiga bulan lalu. Betul-betul aku harus malu terhadap diriku sendiri. (MEMANGIL)  Karta !  

(KARTA MASUK)

ACHMAD
Dimana Mak Comblang itu, Karta ?

KARTA
Nyonya Eliya, Tuan ?

ACHMAD
Nyonya Eliya, tentu. Tak datang ia pagi ini ?

KARTA
Tidak Tuan

ACHMAD
Kau sudah pergi ke tukang jahit untukku ?

KARTA
Sudah, Tuan.

ACHMAD
Dia lagi kerjakan jasku ?

KARTA
Ya, Tuan

ACHMAD
Hampir selesai ?
KARTA
Ia lagi kerjakan lubang kancing, Tuan (PAUSE)

ACHMAD
Kukira ia bertanya mengapa tuanmu suruh bikin jas baru* bukan?

KARTA
Tidak, Tuan.

ACHMAD
Aku merasa pasti ia bertanya. Ia bilang : Tuan Achmad mau kawin, bukan.

KARTA         
Tidak Tuan.

ACHMAD
Lantas apa yang dikatakannya ?

KARTA
Tidak ada apa-apa, Tuan.

ACHMAD
Ah, masak. Jasku itu bukan satu-satunya yang lagi dikerjakannya?

KARTA
Betul, Tuan

ACHMAD
Kau lihat itu semua ?

KARTA
Ya Tuan, bergantungan dimana-mana dikamarnya, Tuan

ACHMAD
Kwalitasnya buruk tentu ?

KARTA
Maksud Tuan ?

ACHMAD
Jasku yang terbaik. Yang lain dari bahan yang kurang kwalitetnya

KARTA
Oh, ya Tuan. Jas Tuan yang terbagus, Tuan

ACHMAD
Jasku terbagus, ha ?

KARTA
Tak perlu disangsikan, tuan

ACHMAD
Ha, jasku terbagus. Itulah sebabnya tukang jahit itu bertanya padamu “mengapa Tuanmu harus menyuruh bikin jas baru dari bahan yang begitu tinggi kwaltitetnya? Bukan begitu ?.

KARTA
Tidak, Tuan

ACHMAD
Apa ?

KARTA
Dia tidak bilang : mengapa tuanmu harus bikin jas baru dari
bahan yang begitu tinggi kwalitetnya?

ACHMAD
Dia tidak bilang begitu.

KARTA
Tidak, Tuan.

ACHMAD
Dia hanya bilang : Tuan Achmad mau kawin. Bukan begitu ?

KARTA
Apa, Tuan ?

ACHMAD
Dia tidak bilang ?

KARTA
Tidak, Tuan.

ACHMAD
Kau tidak bilang padanya bahwa aku ambtennar yang tinggi pangkatnya.

KARTA
Oh, ya Tuan.

ACHMAD
Seorang Opseter ?

KARTA
Ya, Tuan

ACHMAD
Dia ternganga ?

KARTA
Ya, Tuan.

ACHMAD
Jadi dia ternganga ? Apa katanya ?

KARTA
Dia bilang ” Katakan pada Tuan Achmad bahwa aku berusaha menggembirakannya”.

ACHMAD
Terima kasih Karta. Kau boleh pergi (KARTA PERGI) Aku senang tukang jahit itu akan berusaha menyenangkan aku. Memang untuk mempertahankan keresmian, menjaga tata kramanya, seperti adat mengharuskannya. Jas hitam tak ada bandingannya, setengah orang lebih senang pada warna-warni tertentu, tapi orang macam apa? Orang tak punya kedudukan, pegawai negeri tingkat rendah, berjuis-juis kecil, wong cilik. Seorang yang   mempunyai kedudukan harus tahu harga diri. Memperhatikan adat-adat dan peraturan-peraturan, dan aku ibarat seorang kolonel dalam ketentaraan. Derajatku sama dengan seorang kolonel, hanya aku tidak pakai epaulet, bintang-bintang dipundakku. (MEMANGGIL) Karta ! (KARTA MASUK) Sudah beli semir sepatu, Karta ?

KARTA
Ya, Tuan.

ACHMAD
Dimana? Ditoko “ Do Schoon ” seperti kataku?

KARTA
Ya Tuan.

ACHMAD
Baik ?

KARTA
Ya, Tuan. Baik sekali tuan.

ACHMAD
Sudah kau cobakan pada sepatuku ?

KARTA
Sudah, Tuan.

ACHMAD
Bagaimana, mengkilat ?

KARTA
Lumayan Tuan.

ACHMAD
Senang aku. Waktu kau menerima semir itu, kukira pelayan itu tentu bertanya ? Mengapa Tuanmu perlukan itu?

KARTA
Tidak, Tuan.

ACHMAD
Terima kasih Karta. Kau boleh pergi. (KARTA KELUAR) Baiklah, sepatu tidak begitu penting. Tapi kalau sepatu kita tidak bagus dibikinnya dan tidak disemir baik-baik, apakah kita diperlakukan dengan hormat, yang sama dengan masyarakat?. Soal kerut, aku paling benci sama kerut (MEMANGGIL) Karta !

KARTA
Ya, Tuan.

ACHMAD
Dan apa dia bilang ?

KARTA
Dia bilang “ Tuanmu tidak perlu kualitit.

ACHMAD
Terima kasih Karta. Kau boleh pergi (KARTA KELUAR) Hal yang kecil-kecil, sopan santun, hal-hal yang praktis, tanggung jawab. Kerjakan ini, kerjakan itu dan jangan lupa yang lain. Kawin, Achmad saying, mudah diucapkan sukar dikerjakan. (MEMANGGIL) Karta……! (KARTA MASUK). Aku mau bilang…………

KARTA
Dia ada disini sekarang Tuan.

ACHMAD
Nyonya Eliya ?

KARTA
Nyonya Eliya. Tuan

ACHMAD
Tunggu apa lagi. Persilahkan masuk (KARTA KELUAR) Kawin itu Achmad sayang, bila digambarkan sebagai suatu proses yang berat, (NY.ELIYA MASUK). Ah, apa kabar nyonya Eliya ? Silahkan duduk dan ceritakan. Siapa namanya? Melani ?

NY. ELIYA    
Ambarita, Tuan

ACHMAD
Ambarita, Ya, ya, Perawan tua, kukira, empat puluh, barangkali.

NY.ELIYA
Jangan tergesa-gesa. Kalau telah kawin dengan dia, tiap jam cinta tuan akan berubah. Tuan akan hidup, berterima kasih pada Tuhan Yang Maha Murah, bahwa aku telah dapatkan permata yang begitu indah bagi  tuan.

ACHMAD
Cuma susahnya nyonya adalah penipu besar, Nyonya Eliya.

NY. ELIYA
O…bukan Tuan, saya benci pada penipu-penipu. Saya terlalu tua untuk menipu.

ACHMAD     
Bagaimana soal mas kawin? Itu belum pernah jelas bagiku. Baik, kita bicarakan sekarang.

NY. ELIYA
O..mas  kawin. Sebuah rumah batu dijalan Bantul, tak ubahnya dengan pelikan mas, dan penyewa-nyewanya. Tuan tokok itu sendiri menyewa sampai sejumlah tujuh ratus rupiah, gudang disamping rumah disewakan tiga ratus sebulan. Dibelakang rumah ada pekarangan luas yang subur dan bisa ditanami sayur mayur. Baik untuk kesehatan, tiap dokter akan menganjurkan itu, sebab sayur mayor mengandung macam-macam vitamin yang sudah dan yang belum ditemukan. Itu menurut tetanggaku yang jadi pembantu apoteker di……

ACHMAD
Ya, ya..(PAUSE) Bagaimana rupanya ?.

NY. ELIYA
Bulan dan bintang, Ross dan melati. Saya kekurangan perkataan, Tuan Achmad. Saya hanya bisa bilang, kalau tuan tidak berlutut dalam kegirangan dan terima kasih, kalau tuan tidak akan hidup, penuh terima kasih yang setulus-tulusnya dari hati sanubari yang sedalam-dalamnya padaku, dan mengucapkan syukur kepada langit dan biru, ya, yang
 pangil saya nyonya Eliya.

ACHMAD
O, jadi dia bukan seorang putri ?



NY. ELIYA
O, itu, Tuan. Ayahnya seorang pedagang, apa salahnya. Seorang Jenderal akan bangga mempunyainya, tuan harus tahu dia tidak akan kawin dengan seorang pedagang, tidak, dia bilang “ Jangan saya diperintah oleh kemenangan luar. Aku tidak peduli akan tampang yang rupawan, batin manusianya yang penting bagiku. Dia harus seorang priyayi. O tuan harus dengar kresek kainnya bila ia berlalu. Tuan akan bermimpi-mimpi. Dia seorang putri.

ACHMAD
Nyonya Eliya tentu mengerti, aku ini seorang opseter karena itu aku minta…..

NY. ELIYA
Tentu saya mengerti, sudah ada opseter yang lain. Ia ditolak, gadis itu tidak suka padanya, ia seorang yang rupawan tetapi istimewa. Tiap kali ia membuka mulut maka tipuan yang keluar. Ya, Tuhan menciptakan kita semua kasihan, orang itu tidak bisa berbuat apa-apa, tipuannya keluar begitu saja, kehendak Tuhan harus berlaku.

ACHMAD
Nyonya Eliya. Apa nyonya tidak ada calon yang lain ?

NY. ELIYA
Yang lain, apa salahnya dengan gadis itu ?

ACHMAD
Benar-benar yang terbaik yang bisa kau dapat ?

NY. ELIYA
Yang terbaik dari yang baik. Terpilih dari yang tersaring. Tuan boleh menjelajah keseluruh dunia dan tuan tidak akan menjumpai tandingannya.

ACHMAD
Begitu. Jika demikian aku harus berpikir dulu, bukan? Datanglah besok lusa, kita akan bicarakan itu, aku akan berbaring didepan ini dan boleh nyonya cerita…………………..

NY. ELIYA
Ya Tuhan, sudah tiga bulan begini-begini saja. Kapan selesainya? Tuan hanya mondar-mandir dalam baju mandi sambil memeluk bantal.

ACHMAD
Nyonya Eliya sayang. Apakah nyonya pikir bahwa kawin sama dengan memakai sepatu dan jalan-jalan? Tidak nyonya. Orang harus berpikir masak-masak. Mempertimbangkan dalam-dalam.

NY. ELIYA
Tentu, tentu. Memang soalnya harus dipikirkan masak-masak dan dipertimbangkan dalam-dalam. Panggilkan Karta itu dan suruh tolong kenakan pakaian tuan dan pergilah kerumah nona Ambarita selagi masih pagi.

ACHMAD
Sekarang? Cuma buruk sekal, kalau aku keluar tentu akan kehujanan.

NY. ELIYA
Terseralah pada tuan. Rambut tuan sudah mulai memutih. Berapa lama lagi tuan akan nampak muda? Kedudukannya sebagai opseter tidak akan menolong. Bagi saya akan mudah mencari pasangan yang lebih dan tuan menggigit jari. Kesempatan begini baik tidak akan kembali.



ACHMAD
Apa? Apa maksud nyonya mengatakan rambutku sudah memutih. Aku tidak tahu akan sudah ubanan….. (IA RASAKAN RAMBUTNYA).

NY. ELIYA
Tentu, tuan sudah ubanan. Mengapa tidak, bila tuan dilahirkan dan tuan masih saja bertanya apa ada yang lain?. Baiklah kalau begitu, biar saja coba dengan seorang mayor infantry, kepala dan bahunya lebih besar dari pada tuan dan seperti trambana.

ACHMAD
Bohong, tidak  benar mana itu cermin. Apa yang membikin nyonya berfikir bahwa aku sudah ubanan. Karta ! kaca. Tidak, aku akan ambil sendiri. Ya Tuhan ini lebih jahat dari cacar (ACHMAD KELUAR MASUK, KARIM BERLARI-LARI).

KARIM
Dimana Achmad (MELIHAT KE ELIYA) Apa yang kau kerjakan disini ? Siapa suruh kau mencarikan istri buat aku ?

NY. ELIYA
Perkawinan dibuat di surga. Apa kabar tuan Karim ?.

KARIM
Surga ? Perkawinan itu neraka nyonya. Pendeknya aku bisa hidup tanpa kawin.

NY. ELIYA
Hipokrit. Tuan sendiri minta dicarikan istri. Istri, istri kerajaan untuk seorang istri.

KARIM
Kuntulanak ! Tapi apa kerjamu disini. Tentu Achmad tidak begitu bodoh.

NY. ELIYA
Tidak. Tuhan telah menghendaki.

KARIM
Kurang ajar ! Monyet itu tidak bilang apa-apa padaku. Licik dia (ACHMAD MASUK DENGAN SEBUAH CERMIN, MELIHAT DALAMNYA KARIM MENDEKATINYA DARI BELAKANG).

ACHMAD
(MENJATUHKAN KACA DENGAN KAGET) Gila kau ! Bikin kaget.

KARIM
Main-mainan. Ha ha ha………..

ACHMAD
Main-main bikin kaget. Aku hampir mati. Kacaku pecah, aku harus kata-katai kau Karim, Cermin itu mahal sekali. Import dari Inggris.

KARIM
Alaaah, akan aku ganti dengan yang lain.

ACHMAD
Aku tahu macam apa yang akan kau buat ganti. Bagus sekali, sayangnya aku akan menjadi sepuluh tahun lebih tua di dalamnya. Dan mukaku akan peot-peot.

KARIM
Jangan begitu sobat, aku harus mengeluh. Kau sembunyikan segalanya dariku.

ACHMAD
Apa umpanya, sobat ?

KARIM
Kau piker akan kawin ?

ACHMAD
Apa ? Mengapa tidak.

KARIM
Sayang. Tapi aku ada bukti.

ACHMAD
Mana ?

KARIM
(MENUNJUK PADA ELIYA) Itu dia. Perlambangan hidup dari perkawinan. Apakah itu suatu jasa bagi Negara dan tanah air ? Baiklah, aku akan mengurus (PADA ELIYA) Kau katakan padaku siapa namanya, bagaimana dan mengapanya, ayahnya siapa, ningrat ? pedagang, pegawai negeri? Siapa namanya.

NY. ELIYA
Ambarita,

KARIM
Ambarita Ruwita ?.

NY. ELIYA
Ambarita Rumanti.

KARIM
Aku kenal dia. Dia tinggal di jalan Bantal.

NY. ELIYA
Tidak, dia tinggal dijalan Bantul

KARIM
Betul itu, Jalan Bantul. Rumah kayu disebelah sana toko.

NY. ELIYA
Bukan, rumah batu disebelah sini kedai kopi.

KARIM
Kedai kopi ?

NY. ELIYA
Tuan masuk jalan Bantul. Melewati penjagaan polisi dan rumah itu persis di depan toko tuan, maksud saya yang persis di depan tuan itu rumah. Itu kecintaan anggota Volksrat. Jangan masuk, rumah sebelah kanannya dari batu, itulah rumah nona Ambarita.

KARIM
Bagus, bagus. Nyonya yang baik hati, sekarang serahkan semuanya padaku, dan tinggalkan rumah ini. Nyonya tidak diperlukan lagi.

NY. ELIYA
Apa Tuan? Kata Tuan bisa urus perkawinan itu sendiri ?


KARIM
Tepat sekali. Dan aku menasehatkan nyonya untuk tidak ikut campur, dengar nasehatku baik-baik.

NY. ELIYA     : Anak ini ! ini bukan pekerjaan anak-anak…ini pekerjaan perempuan.
KARIM           : Pergilah sekarang, Nyonya, nyonyalah berlebih disini, pergilah.
NY. ELIYA     : Ya Tuhan. Perampok nasi, Atheis. Kalau aku tahu aku akan tutup
  mulutku.
KARIM           : (KEPADA ACHMAD, SESUDAH ELIYA PERGI DENGAN MARAH)
  Mad, jangan buang waktu lagi. Ayo kita pergi.
ACHMAD      : Tapi, Rim. Aku belum lagi tahu betul…..
KARIM           : Allaaaah, omong kosong, kau tidak boleh malu-malu.
ACHMAD      : Tidak boleh…….
KARIM           : Sudah tetap malu, sebelum kau tahu. Kau sudah kukawinkan.
ACHMAD      : Bagaimana kau………..
KARIM           : Gampang saja. Kita terus menuju rumah nona itu.
ACHMAD      : Sekarang ?
KARIM           : Jangan main mundur-mundur, nanti kebentur.
ACHMAD      : Tapi………..
KARIM           : Hidup membujang, apa baiknya bagimu. Lihat kamarmu ini. apa yang
 kita lihat, sepatu berlumpur, meja penuh dengan abu tembakau, didepan
 dengan seorang laki-laki..aku sangsi….yang terbaring malas-malas
 menggigit jempolnya.
ACHMAD      : Memang agak berantakan.
KARIM           : Nah, kau setuju dengan aku. Sekarang piker, bagaimana semua ini akan
  berubah sama sekali bila engkau kawin, kau tidak akan kenali lagi
  tempat ini. bahkan kau tak akan kenali dirimu sendiri. Didepan, bantal
  baru yang empuk, anjing kecil yang bagus meringkuk didepan. Burung
  kebari kecil mungil bernyanyi dalam sangkar kuningan dengan riang.
  Keranjang jahitan istrimu disini, disana, dimana mana. Coba bayangkan,
  kau bernaring di depan dan istrimu disampingnya. Ia letakkan
  tangannya yang kecil kuning itu kedalam tanganmu. Dan dia……….
ACHMAD      : Tangan perempuan. Kecil mungil. Halus……kuning, bagaikan
  gading……ya Tuhan……..
KARIM           : Nah, sudah beres kalau begitu. Kita tinggal pikirkan detailnya. Jangan
  pusing-pusing. Aku urus santapan perkawinan. Coba selusin campagne,
  setengah lusin anggur. Oh ya kita harus ada anggur. Pengantin
  perempuan banyak sekali tante-tantenya. Tentang makannya sendiri,
  aku kenal seorang koki yang handal sekali bikin masakan lezat, hingga
  orang tak ada waktu menggunakan mulutnya, ingin segera makanan itu
  bersarang diperutnya.
ACHMAD      : Karim, aku hargai kegirangan itu. Tapi aku belum tentu akan kawin.
KARIM           : O, itu gampang saja. Tentukan sekarang, tentukan.
ACHMAD      : Oh, aku belum lagi berpikir.
KARIM           : Sudah, sudah. Kau sendiri yang bilang kau akan kawin.
ACHMAD      : Maksudku tidak lain dari……..kawin tidak sejelek yang digambarkan
  orang.
KARIM           : Ya Tuhan, seperti kita tidak akan bereskan soal itu. Kenapa sih kau ? Kau
  tidak setuju perkawinan…….sebagai institutusi……
ACHMAD      : Aku setuju….sebagai institusi.
KARIM           : Nah, aku sekarang tidak tahu lagi. Apa keberatanmu ? apa masalahmu ?
ACHMAD      : Tidak ada masalah apa-apa. Hanya perkawinan…..nampak sangat
  aneh.
KARIM           : Tapi semua orang kawin.
ACHMAD      : Aneh bagiku. Aku bujangan. Belum pernah kawin. Jadi kawin itu barang
  baru bagiku, asing.
KARIM           : Kau harus malu tentang dirimu sendiri. Sungguh-sungguh kita harus
  berbicara dari hati kehati. Antara ayah dan anak. Pandang dirimu. Aku
  ingin kau pandang dirimu seterang kau pandang diriku. Tanyakan pada
 dirimu. Siapa aku ini. oh aku akan menggigil mendengar jawabannya.
 Aku tak dapat terus.
ACHMAD      : Jangan hiraukan perasaanku.
KARIM           : Kau tahan itu ? Kau bisa bertahan Tanya..pada dirimu sendiri “Mengapa
  aku hidup? Lihat dalam kaca ,lihat. Nah begitu apa yang kau lihat ?
ACHMAD      : Aku lihat…….
KARIM           : Akan kukatakan. Kau lihat seorang tolol. Ya, orang tolol. Tapi inilah
  sebabnya aku disini untuk mengatakan padamu. Kau tak perlu berkecil
  hati. Kau adalah seorang ayah yang penuh tenaga, tidak kurang barang
  sedikitpun, berbuahlah dan berkembanglah dan ingat bahwa pada
  saatnya akan datang Achmad-achmad baru, satu, dua, tiga, setengah
  lusin. Nah masalahmu sudah dipecahkan, bukan?. Sekarang ini apa yang
  ada. Kau seorang antenar. Seorang opseter. Tapi apa dihari kemudian
  kelak ? banyak antenar, banyak opseter. Dari celana pendekmu itu akan
  berkembang sejumlah manusia, cukup untuk mengisi segala
  gubernurmen dan sejarang akan bersambung. Sudah dapat kau
  bayangkan biji-biji itu ? perhatikan lah setan kecil itu ! Ia tarik kumismu
  dan apa-apa yang kau perbuat ditengkuknya.
ACHMAD      : Aku……
KARIM           : Ya, kau, kau mengonggong kecil seperti anjing “ huk, huk (IA
  MENGHELA NAPAS BAHAGIA) O, Karunia Tuhan.
ACHMAD      : Setan kecil banyak rebut. Mereka akan pecahkan semua, campur
  baurkan surat-suratku.
KARIM           : Mungkin, barangkali. Sementara itu, ingat. Mereka persis seperti kau.
ACHMAD      : (AGAK TENANG) Persis seperti aku. Tak dapat kubayangkan setan kecil
  mirip aku, sungguh lucu.
KARIM           : Tidak ada yang lebih menggembirakan dari itu. Kita pergi sekarang.
ACHMAD      : Baik. Ayo pergi.
KARIM           : Karta. (KARTA MASUK) bawakan jas tuanmu, cepat. (KARTA KELUAR
  LALU MASUK LAGI MEMBAWA JAS DAN TOPI ACHMAD).
ACHMAD      : (DANDAN DIDEPAN KACA) kau harus tunggu sebentar kawan, aku
  pake kemejaku yang baru. Peristiwa mengharuskan.
KARIM           : Tidak usah itu. Pergilah seperti apa kau sekarang ini juga saja.
ACHMAD      : (BERUSAHA PAYAH DENGAN LEHER KEMEJANYA) Krah ini tidak
  mau berdiri, kurang keras karta. Bilang pada tukang penatu. Aku kasih
  dia kesempatan sekali lagi. Kemudian kesabaranku akan habis. Tentu   

dia punya pacar.  Bukannya ia mencuci pakainku, tapi ia main-main dengan pacarnya. Sungguh terlalu. Kelas pekerja itu.
KARIM           : Biarkan kelas pekerja itu. Ayo kita pergi sekarang.
ACHMAD      : Sebentar, jasku (MENGENAKAN JASNYA LALU DUDUK) Aku ada usul,
  karim. Pergi sendiri.
KARIM           : Aku pergi sendiri ? sudah gila kau ? siapa diantara kita yang mau kawin,
  kau atau aku ?
ACHMAD      : Kau benar, aku tidak menyangkal. Tapi aku kurang semangat.
KARIM           : Apa ?
ACHMAD      : Bagaimana kalu besok ?
KARIM           : Besok ? Ben Jr Gek ! Lihat sudah berpakaian, sudah siap, mendadak
  kurang semangat, mad. Aku benci mengatakannya, tapi kau seperti babi,
  ezel !
ACHMAD      : Mungkin. Tetapi apa yang kuperbuat terhadapmu, Rim? Biarkan aku
  sendiri !.
KARIM           : Kesimpulan, kau orang gila, kau sinting yang kebetulan jadi opseter.
ACHMAD      : Lantas apa gunanya……
KARIM           : ……aku habiskan waktuku untuk mengurusi kau? Karena aku ada
  perhatian terhadapmu, walau kau barangkali sama sekali tidak ada
  perhatian terhadapku, Mad. Kalau kau tidak hati-hati orang lain akan
  meyerobot gadis itu.
ACHMAD      : Tapi mengapa.
KARIM           : Aku benci bujangan. Aku tidak akan sedih kalau di dunia ini tidak ada
  bujangan. O, kalau kau bisa lihat dirimu sendiri. Kau gila, kau
  sinting..edan…aku ada perkataan baik sekali bagimu, tapi aku takut
  kena gunting sensor. Kau nenek-nenek tua bangka ? itulah cukup.
ACHMAD      : Itu sangat terlalu, kau tahu (PELAN PADA KARIM) Tidak kaul lihat
  pelayanku disini ? lunakkan perkataanmu.
KARIM           : Tidak ada orang lain yang lebih suka bahasa lunak dari padaku. Tapi
  kau memaksaku….(TERIAK) Gila ! (LEMAH) Aku terpaksa berteriak.
  Tiap orang akan teriak-teriak terhadapmu, sudah putuskan seorang yang
  jujur, bakal mempelai yang baik. Dia mendengar suara akal, kemudian
  kau menjadi nenek tua, (LEMAH) Kau berangkat ?
ACHMAD      : Tentu, aku berangkat, apa gunanya kau rebut-ribut.
KARIM           : Aaaaa, kau berangkat, Karta, topi tuanmu !
ACHMAD      : Sungguh Rim, kau sedikit sinting. Buat apa kau gunakan perkataan-
  perkataan yang tak senonoh itu, aku takut tidak kenal sopan santun.
KARIM           : Tapi, kau berangkat.
ACHMAD      : Mengapa ? Tentu kawan ! (MEREKA KELUAR).

LAMPU PADAM

B A B A K II
SEBUAH KAMAR DIRUMAH AMBARITA RUMANTI. AMBARITA LAGI MEMBAGI KARTU. MELIHAT PERUNTUNGANNYA, TANTE ARINA BERDIRI DIBELAKANGNYA MEMPERHATIKAN LEWAT BAHUNYA.

AMBARITA    : Berpergian lagi tante Arina, Raja batu pertama menaruh kematian….air
  mata……surat percintaan. Ini disebelah kiri ada King Klaver
  menunjukkan peranan yang sebenarnya, tapi ada perempuan yang licik
  merintangi jalannya.
ARINA            : Sekarang siapa itu King Klaver ?. Siapa kiranya, sayang.
AMBARITA    : Sungguh aku tidak tahu, tante.
ARINA            : Aku tahu
AMBARITA    : Sungguh ? Siapa ?
ARINA            : Seorang pedagang pakaian. Usahanya maju, namanya Badrun.
AMBARITA    : O, bukan. Bukan dia, sungguh mati bukan dia.
ARINA            : Tentu dia, Badrun rambutnya hitam. Mirip bener dengan King Klaver.
AMBARITA    : Tidak sama sekali. Pedagang bukannya raja. Ini seorang priyayi.
ARINA            : Anakku sayang, apa almarhum ayahmu akan bilang bila ia dengar
  perkataanmu itu ? Dia akan pukul meja keras-keras dan berteriak “Anak
  gadisku tidak akan kuberikan pada anak kolong L biar kolonel
  sekalipun, siapa disini yang malu jadi pedagang, akan kuludahi
  matanya. Tiap orang boleh pilih semaunya, tetapi anak lelakiku tidak
  akan jadi pegawai negeri. Apa yang diperlukan negeri ini adalah
  pedagang. Itu kata-kata ayahmu. Dan tanggannya besar dan amarahnya
  lebih besar lagi. Aku percaya bahwa dialah yang jadi lantaran ibumu
  meninggal. 
AMBARITA    : Nah, gadis tidak sepantasnya pilih pedagang. Mereka tidak kenal sopan
  santun.
ARINA            : Tapi Badrun lain, sayang………….
AMBARITA    : Aku tidak mau dia, habis, kalau dia mulai makan. Hiiiii mulutnya
  bersuara kayak kusir mengaduk makanan kuda, jijik aku.
ARINA            : Lantas bagaimana kau bisa dapatkan yang lebih baik sayang.
AMBARITA    : Dengan pertolongan Nyonya Eliya, tanteku sayang. Dia janjikan padaku
  seorang suami yang sangat baik.
ARINA            : Kalau begitu dia penipu yang sangat ulung. (NYONYA ELIYA MASUK).
NY. ELIYA     : Aku sudah membanting tulang bagimu. Tapi apa upahku? Umpatan.
AMBARITA    : O, Nyonya Eliya, apa kabar ? Bagaimana berhasil ?
NY. ELIYA     : Berhasil ?. bukan satu, tapi setengah lusin. Semuanya dari kwalitet
  tertinggi. Tapi biar aku bernapas sebentar, aku capek betul. Aku telah
  bekerja seperti kuda, keluar masuk kantor, rumah-rumah, gudang2,
  tangsi2 serdadu, departemen2, gedung2 Volkasrad, dan hampir aku
  dapat pukulan dari  Mak Sagu itu, nenek kebayan tua yang
  mengawinkan nyonya dan tuan Jauhari. Ia menyerang aku. “Kau cari
  nasi dari mulutku, tinggal saja kau di daerahmu, ini daerahku katanya.”
  Aku jawab “ Baik tapi buat nyonya Ambarita, aku sanggup masuk api,
  apalagi hanya masuk daerahnya, jadi minggir !. Dan suami bagaimana
  yang telah kukumpulkan bagimu ?. Sepanjang sejarah belum pernah ada
  kumpulan bakal suami semacam yang aku himpun. Dan mereka akan
  datang kemari hari ini juga. Karenanya aku lari-lari kemari
  memberitahu.
AMBARITA    : Hari ini ? Oh, aku takut.
NY. ELIYA     : Jangan takut, tidak apa-apa, biasa saja. Mereka pandang kau dan kau
  pandang mereka. Kalau tidak ada kecocokkan masing-masing
  mengundurkan diri, bercerai, itulah hidup.
ARINA            : Sudah terang segerombolan orang-orang yang kau kumpulkan itu aku
  yakin.
AMBARITA    : Berapa orang katamu, nyonya Eliya ?.
NY. ELIYA     : Enam, enam orang mahluk2 kuat dalam keadaan yang sangat
  menguntungkan.
AMBARITA    : Enam, ya Rabbiiiiii…….
NY. ELIYA     : Ini tak perlu menakutkan kau, sayang. Bukakankah selalu baik untuk
  memilih dalam segala macam perdagangan.
AMBARITA    : Aku harap mereka semuanya orang2 baik.
NY. ELIYA     : Tiap mereka terhormat. Belum pernah aku melihat bangsawan yang
  rupawan satria yang tampan seperti mereka.
AMBARITA    : Seperti apa mereka ? Ceritakanlah.
NY. ELIYA     : Mereka semua pilihan, angka sepuluh. Kau tidak akan melihat yang
  lebih baik dari mereka. Tuan Dahlan misalnya. Ia pernah jadi Matross.
  Pria yang gagah, kukira kau ambil dia, ia bilang padaku “Aku harus
  mendapatkan istri yang montok, aku benci pada perempuan yang
  seperti kerangka berjalan. Tentu kalau kau inginkan bangsawan yang
  sebenarnya. Kau harus pilih Raden Tatang. Pegawai Negeri yang
  berkedudukan tinggi, dia jadi jaksa. Besar seperti gunung. Tapi rasa
  kemanusiannya besar sekali, ia menggeledek “ Denganku jangan main-
  main, katakan dengan jujur, apa budelnya dan berapa uang kontan,
  akupun, embualah, Dia menggeledek lagi “Kau bohong, kau…….ia
  pergunakan kata-kata yang sangat kotor, Hanya aku bisa bilang ia
  seorang yang sangat penting.
AMBARITA    : Siapa lagi ?
NY. ELIYA     : Ada yang bernama Tuan Arjuna. Sebuah contoh keindahan dengan bibir
  yang mungil seperti mubei. Aku inginkan istri katanya, yang tidak saja
  cantik, tapi juga berpendidikan. Aku inginkan istri yang bisa bahasa
  Inggris. Benar-benar orang yang berkebudayaan sangat halus dan   sangat lemah. Pahanya sebesar tangan gadis. Dia jangkung.
AMBARITA    : Jangkung ?. Orang jangkung…….., tidak, aku tidak suka orang jangkung
NY. ELIYA     : Kalau begitu ambil saja Raden Tatang. Dia seperti Priyayi seperti juga
                          yang lain. Ia besar sekali. Ia hampir tidak masuk pintu.
AMBARITA    : Berapa umurnya ?
NY. ELIYA     : Sama sekali belum tua, begitulah. Tidak lebih tua dari lima puluh,
  mungkin kurang.
AMBARITA    : Siapa nama ayahnya !
NY. ELIYA     : Serabi.
AMBARITA    : Siapa ?
NY. ELIYA     : Serabi itu nama ayahnya. Dia sendiri namanya Raden Tatang bin Serabi.
AMBARITA    : Uuuu, Nyonya Tatang Serabi.
NY. ELIYA     : Memang, nama-nama bangsa kita memang sering bikin ketawa.
AMBARITA :  Nyonya Ambar Serabi. Saban menit bau serabi.
NY. ELIYA     : Kalau begitu ambil saja Tuan Dahlan. Dia juga baik.
AMBARITA    : Bagaimana rambutnya ?
NY. ELIYA     : Bagus.
AMBARITA    : Hidungnya.
NY. ELIYA     : Macam itulah. Yang terang dia tak punya apa2. tingkatpun ia tak punya,
  kamarnya telanjang seperti bayi baru lahir. Tidak ada apa2nya. Kecuali
  balai reot.
AMBARITA    : Siapa lagi Nyonya Eliya ?
NY. ELIYA     : Seorang Amtenar. Tuan Marto, sedikit groyok tapi tahu sopan santun.
AMBARITA    : Ah, nyonya dengan priyayi2 itu, tentu dia minum seperti ikan.
NY. ELIYA     : Ya, dia minum sekali-kali. Tidak mengapa tapi kedudukannya tinggi, ]
  halus seperti sutera.
AMBARITA    : Tidak, tidak, aku tidak ingin jadi istri pemabuk.
NY. ELIYA     : Terserah padamu, nona. Kalau yang satu ini tidak cocok, ambillah yang
  lain. Minum sekali-kali bukan berarti ia pemabuk tiap kali.
AMBARITA    : Siapa lagi calonmu Nyonya Eliya ?
NY. ELIYA     : Sekarang tinggal seorang calon lagi. Nona Ambar dan aku harus
  tambahkan dia agak……, tetapi Tuhan telah ciptakan dia. Ambillah yang
  lain saja.
AMBARITA    : Tapi siapa yang seorang ini ? baru ada lima. Katanya enam.
NY. ELIYA     : Lima sudah cukup. Jangan begitu rakus, belum selang beberapa lama,
  lima saja sudah kebanyakan bagimu.
ARINA            : Apa artinya tuan2 yang terhormat ini. Lima atau enam saja. Seorang
  pedagang lebih baik dari mereka semua.
NY. ELIYA     : Oh, tidak nyonya, Priyayi2 lebih dihormati dan lebih banyak diinginkan
  dari pada pedagang2.
ARINA            : Berikan pedagang Badrun. Kau tidak lihat dia kalau dia lagi naik dengan
  kacamatanya ?
NY. ELIYA     : Dan bila ketemu dengan tuan-tuan dengan apa ulet2. ada apa kau disini.
  Enyah kau dari sini tukang warung, teriak mereka. Dan apa jawab
  pedagang Badrun itu? Ya tuan, maaf tuan. Dan mereka tambahkan
  “Buka topimu keledai”.
ARINA            : Dan tuan-tuan itu bilang ”Aku ambil setelan baru Tuan Badrun dan
  Badrun menjawab “ Tidak sekarang, tuan yang terhormat dan tuan2 itu
  pergi dengan telanjang”.
NY. ELIYA     : Dan mereka akan pukul pedagang itu dengan tongkat mereka.
ARINA            : Dan pedagang itu akan adukan halnya pada polisi.
NY. ELIYA     : Dan tuan2 itu akan mengadukan pedagang itu pada Bupati.
ARINA            : Dan pedagang itu akan mengadu pada Gubernur.
NY. ELIYA     : Dan tuan itu, akan…
ARINA            : ………tidak bisa berbuat apa2. sebab Gubernur lebih tinggi dari Bupati.
  Dan tuan2 itu tidak akan dapat kredit lagi dari pedagang.
  (MENDENGAR DERING BEL).
NY. ELIYA     : Ya. Alaaaaaah. Mereka datang
ARINA            : Siapa ?
NY. ELIYA     : Calonku yang pertama (AMBAR MENJERIT ELIYA MENJEMPUT)
ARINA            : Ya, Tuhan kasihanilah aku, berantakan begini (LALU REPOT
  MEMBENARKAN INI DAN ITU) Tamplak mejanya kotor
  (MEMANGGIL) Siti ! (SITI MASUK) Ambilkan taplak meja yang bersih
  (IA MENCABUT TAPLAK MEJA YANG KOTOR ITU DAN
  MELETAKKANNYA PADA SITI YANG LALU PERGI SEKALI LAGI IA
  MONDAR-MANDIR DI KAMAR ITU ).
AMBARITA    : Apa yang harus kukerjakan Tante ? Aku belum berpakaian.
ARINA            : Berpakaianlah. Masuk dan danndan (ARINA MONDAR-MANDIR LAGI
              BEL BERDERING) (SITI MASUKLAGI MEMBAWA TAPLAK BERSIH )
  Cepat Siti……..,Lari jemput.
SITI                 : Ya, ya…….
AMBARITA    : Yah, bajuku belum disetrika, tante.
ARINA            : Ya. Tuhan. Pakai jurk yang lain. (SITI KELUAR GANG. TERDENGAR
  PINTU TERBUKA. SUARA2 KETIGA PEREMPUAN MENGINTIP
  MENCOBA BERSAMA-SAMA DARI LOBANG KUNCI. AMBARITA
 MENJERIT) Mengapa ?.
AMBARITA    : Dia begitu gemuk.
NY. ELIYA     : Dia datang, cepat. (SEMUA KELUAR CEPAT, SERABI DAN SITI
  MASUK)
SERABI         : Aku harus tunggu, ha. Aku tinggalkan kantorku hanya untuk beberapa
  menit, sekarang aku harus menunggu. Bagaimana kalau kajeng tuan-
  tuan bertanya, dimana Serabi, dan mereka menjawab “ Baru saja keluar,
  untuk beberapa menit dengan pengharapan akan kawin, Kajeng tuan
  tentu akan marah sekali ya, biarlah. Aku baca lagi keterangannya (IA
  KELUARKAN SEPOTONG KERTAS DAN MEMBACANYA). Rumah
  batu, lantai separoh tanah, persis ditempat tidur. Emm. Bisa disempel,
  dokar dua, yang satu rodanya hanya sebelah. Ini bisa dijual, kuda dua
  anak kuda Mak dan anak, perawan, umur sembilan bulan. Peduli amat,
  anak kuda ya kuda. Pake perawan segala. Empat tempat tidur dua doble,
  dua single, (IA MENCIPTAKAN BIBIRNYA) Kebaya selusin sutera, dan
  dua lusin katun. Dua baju mandi, mengapa dua. Satu sudah cukup yang
  satu lagi buat siapa ? (ANOTASI MEMBACA TIDAK TERANG)
  Emmmmm meja, kursi. (LIHAT KAWAN KIRI) Sinenek bilang baru,
  buktinya barang loak, aku harus hati-hati, jangan-jangan kalau sudah
  kawin, terbukti budelnya hanya ranjang reot. (BEL BERBUNYI SITI
  MELINTASI  KAMAR MEWUK KEPINTU KELUAR) (ARJUNA MASUK
  DIANTAR OLEH SITI)
SITI                 : Silahkan tuan menunggu disini (KELUAR) (SERABI DAN ARJUNA 
  SALING MEMBUNGKUK).
SERABI         : Selamat siang Tuan.
ARJUNA        : Oh, selamat siang tuan. Benarkah saya mendapat kehormatan diterima
  oleh ayah nona………..
SERABI         : Tidak, tuan, saya bukan siapa-siapa, saya bujangan.
ARJUNA        : (AGAK KAGET) Oh, saya telah melakukan kekeliruan, sudihkan tuan
  memaafkan saya ?
SERABI         : (KESAMPING) Aku tak percaya pada dia, barang sekelumit menilik
  mukanya yang pucat itu, dia tentu datang dengan tujuan yang sama
  (PADA ARJUNA) Tuan ada urusan dengan nyonya rumah ?
ARJUNA        : Urusan dagang ? Oh tidak tuan. Kebetulan saya lewat, saya piker apa
  salahnya saya mampir sebentar tuan.
SERABI         : (KESAMPING) Dia pikir aku percaya dia. Kelihatan jelas pada
  tampangnya, dia juga mau melamar. (BEL BERBUNYI) (SITI MELINTAS
  SEPERTI YANG SUDAH2 MASUK KEDALAM DIANTAR SITI).
DAHLAN       : Bersihkanlah bajuku, neng. Bukan main debu jalanan, ya ya, disapu. (IA
  BERPUTAR) Coba tengok ada laba2nya tidak ? tidak ada? Sekarang
  lengan, ya, terima kasih neng manis. (SELAIN MENGEPUS2
  LENGANNYA IA MELIRIKPADA SERABI DAN ARJUNA) Baju lakon.
  Tahan hujan dan panas. Dibeli di Hongkong tahun 1924, waktu kapal
  saya lewat kesana. Waktu itu matros kelas III. Naik pangkat.? Atros kelas
              I tahun 1923, di Onskag tahun 1927, karena mogok baju ini semenjak itu
             kupakai terus, nampak selalu baru. (SERABI KELUAR, IA MEMIJIT
 HIDUNG MASING2) yang berbau itu bukan baju, tetapi keranjang
  sampah yang ada dijalanan. Terima kasih neng manis, sungguh, kapan
 kita melancong ?.
ARJUNA        : Tuan bilang Hongkong ? Seperti apa Hongkong itu ?
DAHLAN       : Seminggu disana pemandangan hebat, gunung penuh kelapa gadis2nya?
  Dimana-mana gadis.
ARJUNA        : Mereka tidak begitu terpelajar, bukan ?.

DAHLAN       : Pendidikan mereka tinggi, tidak seperti gadis-gadis disini seperti putri2
  istana, saya jalan2 sepanjang jalan, dengan uifer saya, putih bersih baru
  disetrika, sepatu mengkilat, dan saya lihat kekiri dan kekanan. Apa yang
  saya lihat, Ross, melati, kemuning, kenanga.
ARJUNA        : Oh, tuan maksud gadis-gadis ? ha ha, ha (BERSAING) Mereka
  berpakaian sopan ?.
DAHLAN       : Segala rasa keindahannya dicurahkan pada pakaian. Kasih terbayang
  dimata saja. Dengan anting2, gelang, kalung, gaun disobek sampai
  disini. (MENUNJUK PADA PINGGANGNYA, ARJUNA
  MEMOTONG)…….Ayam panggang sungguh.
ARJUNA        : Sungguh menakjubkan, tetapi apa mereka juga bisa berbicara Inggris?
DAHLAN       : Semua hanya seminggu disana. Tidak sepaatah bahasa melayu terdengar
ARJUNA        : Hanya Inggris.
DAHLAN       : Tidak sepatah bahasa melayu, belum lagi priyayinya tidak, ambil saja
  petani yang sehina-hinanya, bilang padanya faham bahasa melayu yang
  segampang-gampangnya kasih roti sedikit. Orang itu akan geleng
  kepala, Tuan harus seling pertanyaan itu menjadi ”Loti diki ya ko”. Dan
  orang itu akan cepat menjawab dengan bahasa yang sebagus-bagusnya,
  ansyeam luu, minta luu.
SERABI         : Hidup dinegeri orang memang penting tentu. Aku senang berkenalan
  dengan tuan, dengan siapa aku mendapat kehormatan berbicara.
DAHLAN       : Dahlan, orang panggul saja, Onsiahan Matroos kelas I dan atau nama
  siapa tuan terdaftar.
SERABI         : Saya pegawai tinggi, Serabi.
DAHLAN       : Ah, terima kasih, baru saja saya sarapan gado2 ulek dengan ketupat.
SERABI         : Tuan salah terima. Nama saya Serabi.
DAHLAN       : Masya Allah. Maaf seribu maaf, saya agak tuli, Tuan harus mengerti.
SERABI         : Memang terlalu bapak saya (MENGGELENG KEPALA).
DAHLAN       : Memang nama2 sering aneh. Dikapal saya ada yang bernama Sambat.
  Ada yang bernama Sambit. Stoker kapal bernama Rabat. Sedang
  masinisnya bernama Rabit, kapten kapal itu suka berteriak “ Mana itu
  maknya di Rabbit. (BEL BERBUNYI, NYONYA ELIYA MELINTASI
  PANGGUNG).
SERABI         : Selamat siang nyonya.
DAHLAN       : Apa kabar Neng.
ARJUNA        : Selamat pagi nyonya Eliya.
  NY. ELIYA   : (SAMBIL LARI) Pagi….pagi..pagi……(ELIYA MEMBUKA
  PINTU TERDENGARLAH IA BICARA “ Tuan kan tidak banci. (ELIYA,
  KARIM ACHMAD MASUK)
KARIM           : (PELAN2 PADA ACHMAD) Eliya benar berlaku sebagai jantan sedikit
  (KARIM MEMBUNGKUK KELILING AGAK KAGET MELIHAT BANYAK
  ORANG BEGITU) (BICARA PELAN2) Astaga ! banyak betul. Mereka ini
  pelamar semua? (PELAN2 PADA ELIYA AGAK JENGKEL) Bagaimana
  kau bisa kumpulkan orang2 macam itu ?
NY. ELIYA     : (PELAN2) Priyayi akan tandai priyayi bila mereka bertemu.
KARIM           : Tapi mereka itu tidak perlu diundang.
NY. ELIYA     : Jangan kita menepuk air didulang. Tidak semua prang yang mentereng
  punya uang disakunya.
KARIM           : Tapi banyak kantong berlobang (KERAS) Dimana putrid itu? Ah pintu
  kekamar tidurnya (IA PERGI KE PINTU).
NY. ELIYA     : Jangan masuk, jangan masuk, dia belum lagi selesai berpakaian.
KARIM           : O, belum siap berpakaian, akan aku catat keterangan itu (IA
  MENGINTIP LEWAT LUBANG KUNCI).
DAHLAN       : Apa saya boleh ikut……......
SERABI         : Ide baik itu. Coba……..
ARJUNA        : Itu tidak begitu sopan. Tetapi……..
KARIM           : (SAMBIL MENGINTIP) Putih2 aku tidak bisa mengatakan itu
  perempuan apa guling (MEREKA SEMUA MEYERBU PINTU) Awas ada
  orang datang. (MEREKA BURU2 MENINGGALKAN PINTU, MASUK
  ARINA DAN AMBARITA, MEREKA MENGANGGUK).
NY. ELIYA     : Apa sebab saya mendapatkan kehormatan menemani tuan2
SERABI         : Ya, nyonya, sebenarnya saya membaca dikoran bahwa nyonya bersedia
  meneken kontrak penjualan papan2. karena saya jadi opseter dari B O W.
  maka saya datang untuk mendatkan keterangan yang lebih jauh.
ARINA            : O, saya ada kekeliruan. Tapi tak apalah, saya senang menerima tuan2. 
  tuan bernama………….
SERABI         : Raden Tatang Serabi
ARINA            : Serabi ?
SERABI         : Serabi
DAHLAN       : Silahkan membaca disurat kabar, tetapi lupa apa, nyonya tapi saya pikir,
  biarlah aku mampir. Cuaca begitu bagus, matahari bersinar emas,
  burung berkicau….
ARINA            : Nama Tuan ?
DAHLAN       : Umar Dahlan. Pelaut pensiunan. Bicara jujur, dikepala ada seorang lain
  yang bernama Dahlan, nyonya. Tidak ada sangkut paut keluarga dengan
  saya. Luka sedikit dibawah lututnya. Sebuah peluru telah mengenai
  uratnya, menembusnya, seperti di jarum nona. Dia prang aneh, saya
  tidak pernah merasa aman didekatnya, saya selalu mereka akan tending
  lututnya nona.
ARINA            : Silahkan duduk, tuan (PADA ARJUNA) dan Tuan ? apa yang membawa
  tuan datang kemari ?
ARJUNA        : Hanya karena bertetangga nyonya, saya tetangga….
ARINA            : Kalau begitu tuan diam dirumah keluarga Armin diseberang jalan ?
ARJUNA        : Tidak nyonya, saya…….
ARINA            : Kalau begitu tuan tinggal di………
ARJUNA        : Tidak nyonya, saya tinggal dijalan botak, tapi saya tetangga nona juga
  dalam semangat. Ha ha ha ha…………
ARINA            : Nama tuan siapa ?
ARJUNA        : Arjuna, Nyonya.
ARINA            : Arjuna ? Sudah berapa lama tinggal dijalan Botak ?
ARJUNA        : Jalan Botak, Nyonya, sudah lama juga.
ARINA            : Silahkan duduk, tuan (KEPADA KARIM)  dan keperluan tuan ?
KARIM           : Tapi nyonya tentu sudah kenal saya. Dan nona ambar juga.
AMBARITA    : Saya rasa tidak kenal……….
KARIM           : Cobalah nona tengok dilubuk ingatan nona yang sedalam-dalamnya.
  Dan nona tentu akan ingat bahwa nona pernah berjumpa dengan saya.
AMBARITA    : Sungguh ? mungkinkah di keluarga Mansur ? tuan telah dengar ?
  Nyonya Mansur telah mengalami bencana.
KARIM           : Saya tahu dia kawin lagi.
AMBARITA    : Bukan, kakinya patah. Tuan
ARINA            : Pecah berganda, dia malam2 pulang dan kusirnya mabuk. Ditengah
  jalan terjadi kecelakaan. Dokarnya terbalik.
KARIM           : Saya tidak ingat apakah dia kawin atau patah kakinya.
ARINA            : Dan siapakah nama tuan ?
KARIM           : Juling Karim, nyonya. Saya masih famili dengan nyonya, saya telah
  banyak mendengar tentang nyonya dari istri saya. Dan lagi (MENDESAK
  ACHMAD KEDEPAN) Saya ingin nyonya berkenalan dengan teman
  saya. Opzichter Achmadin Achmad, nama selalu disebut-sebut bila
  orang menyebut nama Gemeenthe.
ARINA            : Apa lagi namanya ?
KARIM           : Achmadin Achmad.
ARINA            : Ia kepala dari bagiannya, bukan ?
KARIM           : Ya, tiap bagiannya tentu ada kepalanya nyonya, tetapi dia yang
  mengerjakan segala pekerjaan.
ARINA            : Begitu. Silahkan duduk, tuan2 (SEMUA TELAH DUDUK, DIAM)
SERABI         : Cuaca aneh sekali hari ini, pagi tadi seperti mau hujan. Dan sekarang,
  hmmmm, seperti tidak mau hujan.
AMBARITA    : Ya, ya aneh sekali, kadang2 hujan. Kadang2 tidak hujan. Saya tidak suka
  itu.
DAHLAN       : Ini mengingatkan saya pada Sidney di Australia. Kami dengan kapal
  kami singgah disana nona. Kalau tidak salah bulan februari. Mereka
  namakan musim itu musim bunga, matahari bersinar dan kami pergi
  jalan2. kemudian tampak seperti mau hujan. Dan kami melihat keudara,
  dan kemudian hujan. Kami tergesa-gesa masuk kerumah.
SERABI         : Tapi tak mengapalah kalau kita tidak perlu duduk sendiri di cuaca
  macam itu. Kalau kita kawin mungkin akan sangat berlainan, tapi bagi
  orang yang membujang, tentu ini………….
DAHLAN       : Sangat menyedihkan……….
ARJUNA        : Saya setuju.
KARIM           : Saya juga. Sungguh suatu siksaan. Kita harap kita mati saja. Tuhan
 menjauhkan kita dari nasib semacam itu. (P AU S E )
SERABI         : Nona Ambar, saya tidak bisa untuk terburu-buru. Priya macam apakah
 yang menarik perhatian nona? Ambtenar dari Departemen apakah yang
 nona inginkan sebagai suami.
DAHLAN       : Apakah nona tidak sangat inginkan seorang yang telah mengarungi
                          ketujuh samudra dunia ini ?
KARIM           : Tidak, tidak semua yang terbaik, ialah dia yang telah memperlihatkan
  keberaniannya untuk menyelesaikan pekerjaan pembangunan seorang
  diri.
ARJUNA        : Maafkan saya, nona Ambar, tapi perkenankanlah saya dengan hormat
                          merujikan macam Priya…..walaupun ia pernah bekerja pada kantor
                          Raad Van Indie, yang sedikit mengetahui tentang  kebudayaan dan
                         dapat bergerak bebas dalam masyarakat sopan.
SERABI         : Nona Ambar, bagaimanakah pikiran Nona ? (D I A M)
NY ELIYA      : Ambar sayang bicaralah.
SERABI         : Special pada saya, sayang
KARIM           : Atau pada saya nona Ambar
NY. ELIYA     : (NY ELIYA BERBISIK PADA AMBARITA) Tidak baik seperti itu, bilang
                         “ Tuan2 membuat saya jadi bingung. (DIAM) Bilang saja, terima kasih
                         banyak.
AMBARITA    : Aku tidak bisa, sungguh, aku pergi saja. Mak saja.
NY. ELIYA     : Tidak, tidak, pikir apa yang mereka pikir.
AMBARITA    : Aku tidak bisa pikir apa yang mereka pikir. (IA PERGI ELIYA DAN
 ARINA MENYUSUL)
SERABI         : Yah, mereka pergi, apa yang harus kita perbuat ?.
KARIM           : Ada yang kurang beres barangkali.
DAHLAN       : Ada apa2 dengan pakaian. Aku bertaruh. Kalian tahu pakaian wanita.
  Kalau ikat pinggangnya kendor………(ELIYA MASUK MEREKA
 BEREBUT MENDEKATI ELIYA)
KARIM           : Ada yang kurang beres ?
NY. ELIYA     : Apa yang kurang beres ? semua beres.
KARIM           : Mengapa dia pergi ?
NY. ELIYA     : Tuan-tuan membuat dia merasa malu. Ia lari untuk menyembunyikan
  malunya. Ia minta supaya tuan2 may memaafkannya. Dia bilang,
  “Apakah tuan2 mau kembali untuk minum teh nanti. (DIA PERGI).
SERABI         : Minum the. Tidak lai dari pada mengundur2. aku tidak suka melamar.
  Hari ini tidak bisa, besok saja, tidak datang lusa minum the nona, kami
  perlu waktu tuk berpikir, pikir, apa yang harus dipikir, aku banyak
  urusan, tak ada waktu untuk di buang-buang.
KARIM           : (PADA ACHMAD) Tidak jelek bukan ?
ACHMAD      : Tidak, tidak, jelek. Hmmmmmm.
DAHLAN       : Duilah, cakep juga.
KARIM           : Tuan namakan itu cakep ?
SERABI         : Tidak, hidungnya terlalu besar.
DAHLAN       : Saya tidak memperhatikan hidungnya, dia manis betul.
ARJUNA        : Betul manis betul. Tapi apakah dia kenal kebudayaan? Dia bisa bicara
  Inggris dan bisa main piano.
DAHLAN       : Boleh tuan coba.
ARJUNA        : Maksud tuan ?
DAHLAN       : Bicara Inggris sama dia.
ARJUNA        : Bagaimana saya bisa, ayah saya bisa seorang yang kejam. Dia tidak
  perdulikan bahasa Inggris, sungguh memalukan.
DAHLAN       : Jadi tuan sendiri tidak bisa omong Inggris.
ARJUNA        : Tentu…kalau ayah mengajar saya. Seharusnya ia pukuli saya begitu
  rupa sampai saya bicara Inggris dalam tempo pendek. Tetapi dia seorang
  yang kejam. Dia tak pernah pukul saya.
DAHLAN       : Jadi tuan tidak bisa omong Inggris ?
ARJUNA        : Tuan hampir betul.
DAHLAN       : Nah, beres, tuan tidak bisa dan dia tidak bisa bicara Inggris, bukan   
  wanita.
SERABI         : (KESAMPING) Bahasa Prancis, Ha siapa yang peduli itu, bagiku, kontrol
  rumahnya dari luar dan dari dalam. Bila semunya beres baru bicara. Sore
  ini akan kuselesaikan urusan ini, apa yang kukuatirkan dari orang2
  macam ini ? Wanita bisa dipercaya mempunyai selera yang lebih indah
  (SERABI KELUAR).
DAHLAN       : Aku pergi isap2 pipaku. Tuan pergi dengan saya ? dimana tuan tinggal?
ARJUNA        : Tinggal ? O, ya dijalan Botak.
DAHLAN       : Tidak dijurusan saya. Tapi all-right, kita berjalan bersama, tuan.
ACHMAD      : Rim, kita tunggu apa lagi ?
KARIM           : Kau pikir dia agak manis ?
ACHMAD      : Tidak, tidak, Dia agak sepet.
KARIM           : Masak, kau bilang sendiri dia agak manis.
ACHMAD      : Tidak, tidak, hidungnya terlalu besar dan dia tidak bicara Inggris.
KARIM           : ASTAGA. Buat apa ia harus bicara Inggris !
ACHMAD      : Dia itu wanita.
KARIM           : A p a .
ACHMAD      : Wanita yang tidak bisa bicara Inggris, itu bukan wanita
KARIM           : Mad, pakailah otakmu sendiri..sebelum mereka itu, kau pikir dia itu
  cantik sekali.
 ACHMAD     : Barangkali, ya mulanya ia mempesona aku. Tapi serenta mengatakan
bahwa hidungnya terlalu besar, aku jadi insyaf. Memang hidungnya 
terlalu.
KARIM           : Tidak sadarkah kau, bahwa mereka menyatakan itu hanya untuk
  menyingkirkan kau ?. aku berbuat demikian juga. Aku tidak mengerti
  apa yang mereka lihat pada gadis itu dan sebagainya, Itu namanya
  perang urat saraf, perang dingin,. Kenyataanya Mad, sangat berlainan.
  Perhatikan matanya, mereka hidup, mereka bicara, oh matanya. Dan
  hidungnya , ya bahkan hidungnya, kalau lebih halus dari sutera, coba
   kau perhatikan yang benar.
ACHMAD      : Kukira memang benar, Rim. Dia memang manis.
KARIM           : Tentu, nah aku, ada pikiran. Sekarang mereka pergi. Mari kita temui dia.
  Bicarakan sekali lagi dan bikin beres, sekalian.
ACHMAD      : Apa? Ah ,tidak aku tidak bisa.
KARIM           : Ya, ampun, kenapa ?
ACHMAD      : Ah, aku tidak begitu berani. Yang melamar banyak. Biarlah ia pilih
  sendiri.
KARIM           : Yang melamar banyak ? Bragajul2 itu ?. Mengapa takut aku akan
  menghadapi mereka.
ACHMAD      : Kau ? Bagaiamana ?.
KARIM           : O, itu, urusanku ? tapi berjanji kau tak akan menangis kelak.
ACHMAD      : Aku tidak akan menangis, kelak. Kenapa aku harus menangis ? Aku
  mau kawin.
KARIM           : Betul ?.
ACHMAD      : Betul, aku mau kawin.
KARIM           : Sumpah ?
ACHMAD      : Kenapa ? Tentu
KARIM           : Salaman (MEREKA MENDAPAT BERJABAT TANGAN) Ayo kita masuk
ACHMAD      : Ya. Aku mau kawin (MEREKA PERGI).

LAMPU PADAM

B A B A K III
SETTING SAMA DENGAN BABAK II AMBARITA DUDUK SENDIRI DIKAMAR
AMBARITA    : Soalnya sungguh bikin pusing kepalaku. Kalau hanya ada satu 
              pelamar…atau dia pelamar..atau paling banyak tiga, ada empat….Tuan
  Arjuna tidak jelek, walaupun dia kurus. Tuan Achmad juga tidak buruk.
  Dan juga tuan Serabi itu seorang yang menarik, walaupun gendut.  Apa
  yang harus kuperbuat ? Tuan Dahlan juga menarik. Aku bingung sekali,
  kalau bisa digabungkan bibir tuan Arjuna dan hidung tuan Achmad atau
  kepercayaan pada diri sendiri dari tuan Dahlan digabungkan dengan
  kekuatan tuan Serabi. Akan sangat mudah bagiku untuk memilih.
  Keadannya sekarang ini sungguh bikin aku sakit kepala. Aku tahu apa
  yang harus kuperbuat. Dilotre dan percaya pada Tuhan, mendapatkan
  suami dengan jalan anetariklotre. Tulis tiap nama pada secarik kertas,
  kertas itu digulung, kacau gulungan itu dan kemudian….kehendak
  Tuhan berlaku. (IA MENUJU KEMEJA) (POTONG SELEMBAR KERTAS
  DALAM POTONGAN2 KECIL DENGAN GUNTING. MENULIS TIAP
  NAMA DALAM POTONGAN KERTAS, LALU DIGULUNGKAN SAMBIL
 TERUS BICARA). Oh. Aku takut. Hidup seorang gadis tidak bahagia,
  lebih2 bila ia pergi lagi dimabuk cinta. Laki-laki tidak mengerti apa yang
  dirasakannya, laki2 bahkan tidak mau mencoba….nah sekarang aku 
  siap. Aku masukkan ini dalam piring dan sekarang aku 
  tutup….kehendak Tuhan akan berlaku baik didunia maupun di surga. 
  (IA LETAKKAN GULUNGAN KERTAS ITU DIPIRING DAN
  DIKACAUNYA). Oh aku takut. Aku harap betul tuan Arjuna. Tidak,
  mengapa aku bilang begitu?  Aku harap tuan Achmad. Benarkah ini ?
  Mengapa ? Mengapa dia ? Apa  salahnya dengan yang lain ? ooooh
  (IA LUPA BERNAPAS KARENA EXTAGE) Tidak, aku harus ambil satu.
 Dan menerima penentuan TUHAN. (IA MASUKAN TANGANNYA
 DALAM PIRING DAN DITIMANGNYA SEGALA GULUNGAN KERTAS 
 ITU) Semua Tuhanlah yang berikan semua padaku. Tidak, omong
 kosong. Hatiku berdetak sebagai budak. Semua ? tidak. Ini namanya
 Poliandri, Monogami. Seorang suami untuk seorang istri. Aku harus
 membatasi diriku pada seseorang. (KARIM MASUK SEMBUNYI “IA
 BERDIRI DI BELAKANG AMBARITA).Ooo. aku harap tuan Dahlan, tuan
 Arjuna yang aku pilih. Tapi mana lotnya ? (IA KAGET SENDIRI) Tidak,
 aku harus jadi gadis yang baik. Biarlah nasib menentukannya.
KARIM           : (PELAN2) Pilihlah Achmad. (AMBARITA MENJERIT MENUTUP
  MATANYA DENGAN TANGANNYA TAKUT UNTUK MELIHAT
 ORANG BICARA). Dia orang terbaik dari semua mereka. Mengapa nona
 takut, saya Karim. Saya bilang pilihlah Achmad.
AMBARITA    : Tuan dengar apa yang telah kukatakan.
KARIM           : Apa salahnya nona, saya seorang dari famili nona, jangan sampai nona
  hiraukan saya. Nona lagi menguji pengetahuan nona tenatang firasat
  manusia, tadi bukan?.
AMBARITA    : (DENGAN SETENGAH MENUTUP MATANYA) Aku malu sekali.
KARIM           : Ambillah Achmad (AMBARITA MENJERIT LAGI DAN MENUTUP
  MUKANYA ) Dia sunggug hebat. Apa yang telah dibangunnya ?
  gedung2 pasar2 gubuk2.
AMBARITA    : (MENGINTIP DARI SELA JARINYA) Bagaimana yang lain ? Tuan
  Arjuna, dia cakep.
KARIM           : Bukan bandingan bagi Achmad.
AMBARITA    : Begitu ?
KARIM           : Betul, Achmad itu..ya semesta ala mini boleh bangun dan mengatakan
  pada sebagian besar dunia ini, inilah laki-laki.
AMBARITA    : Tuan Serabi, dia orang baik.
KARIM           : Tidak bisa dibandingkan dengan Achmad.
AMBARITA    : Yang lain lagi……….
KARIM           : Satu, satu bukan tandingan bagi achmad.
AMBARITA    : Mengapa Tuan Karim ?
KARIM           : Mengapa, mengapa, siapakah mereka sebenarnya ? Si Serabi, Si Arjuna,
  Si Dahlan.
AMBARITA    : Siapa sebenarnya dia itu, tuan Karim ?
KARIM           : Dia itu Achmad, lain tidak.
AMBARITA    : Mereka tahu sopan tuan Karim ?. Mereka berkelakuan baik.
KARIM           : Berkelakuan baik ? Nona harus melihat mereka dalam keadaan
  sebenarnya. Kasar, petualangan, maafkan saya nona ambar, saya
  sebenarnya tidak perlu bilang begitu, barangkali nona suka dipukuli
  pada malam perkawinan.
AMBARITA    : O, dipukuli ? Saya takut.
KARIM           : Memang mereka benar-benar menakutkan.
AMBARITA    : Jadi, tuan mengajukan tuan Achmad ?
KARIM           : Tentu (KESAMPING) Nah, sekarang ada kemajuan sedikit Achmad
  sedang menunggu diwarung diseberang jalan. Biar aku jemput.
AMBARITA    : Tuan pasti, tuan mengajukan tuan Achmad ?
KARIM           : Sekali Achmad, tetap Achmad.
AMBARITA    : Bagaimana yang lain ?
KARIM           : Bagaimana yang lain ?
AMBARITA    : Apakah saya harus menolak mereka semuanya ?
KARIM           : Tentu nona. Poliandri itu dilarang oleh agama dan Negara.
AMBARITA    : Tapi bagaimana saya bisa, tuan Karim. Saya malu sekali ?
KARIM           : Malu? Mengapa ? Katakan pada mereka, nona belum cukup umur untuk
  kawin.
AMBARITA    : Mereka tidak akan percaya, Tuan Karim. Mereka akan menanyakannya.
KARIM           : Kalau begitu nona, boleh ambil sikap yang tegas, pergunakan kata-kata
  kasar.
AMBARITA    : Seperti apa, tuan Karim.
KARIM           : Seperti, orang2 gila, tinggalkan rumahku !.
AMBARITA    : (MENJERIT) Saya tidak bisa keluarkan kata-kata seperti itu, tuan Karim.
KARIM           : Saya kira, nona tentu bisa. Nona harus coba dengan bener.
AMBARITA    : Tapi itu kasar sekali tuan Karim.
KARIM           : Bener. Tapi nona tidak akan melihat mereka lagi. Jadi apa salahnya ?
AMBARITA    : Hanya itu tidak baik. Dan mereka akan marah sekali.
KARIM           : Biar mereka marah, mereka toh tidak akan berani berbuat apa-apa,
  paling2 mereka akan meludahi muka nona.
AMBARITA    : Meludahi ?..............
MUKA            : Muka, bisa jadi. Bagaimana kawan saya pernah diludahi, saya ingat satu
  peristiwa. Seorang pegawai muda terus-terusan menggangu sep majikan
  kenaikan gaji, sepnya tak mau mengabulkan, tapi pegawai muda it
  uterus saja mendesak dan tidak mau pergi hingga sepnya itu marah
  sekali dan dimukanya, ia teriak “ Hah..ini tambahan gajimu minggu ini,
  nah kau pergi setan. Walau pun begitu pada hari gajian, terbukti gajinya
  dinaikkan, jadi untuk sesuatu orang harus bersakit sakit dahulu, gaji
  sebagai pengganti ludah, harapan besar selalu didahului. Dengan
  pengorbanan yang besar. Dunia ini memang begitu, untung saja kita
  kenal saputangan, tapi lihat nona punya sapu tangan, manis sekali, kecil
  mungil, sangat berguna dalam keadaan yang susah (BEL BERDERING)
  Nah, itu adalah salah seorang dari pelamar2 nona, saya tidak akan hadir
  dalam pertemuan ini. ada pintu keluar yang lain ?.
AMBARITA    : Ya tuan Karim, Pintu itu, pintu belakang, oo saya menggigil.
KARIM           : Jangan bingung, diam saja, akan beres semuanya, sampai ketemu lagi,
  (KESAMPING)  Saya akan segera ambil Achmad (IA PERGI MASUK
  SERABI).
SERABI         : Selamat sore nona, noan Ambar.
AMBARITA    : Oh, selamat datang, Tuan Serabi. Boleh saya bertanya..
SERABI         : Saya takut, saya datang agak terlalu siang. Ijinkanlah saya menerangkan,
                          saya harus bicara dengan nona sendirian. Hmm. Heem. Kedudukan saya
  sebagai Ambtenar tentu nona sudah tahu, saya ini regen nona, saya
  suruh dan perintah, sepanjang hari saya suruh dan perintah. Hidup saya
  senang, disukai oleh siapa2. saya ditakuti oleh bawahan2 saya, hanya
  satu kekurangan saya, nonaku yang terhormat, saya tidak punya teman,
  kawan, sahabat untuk selama hidup. (PAUSE) Nona tentu mengerti
  maksud saya. Bilang terus terang, nona, nona bilang, ya ?.
AMBARITA    : Oh tuan, saya kira belum cukup umur (SERABI PROTES) maksud saya,
  saya tidak berpikir untuk kawin saat ini.
SERABI         : Tidak berpikir untuk kawin ?. Apa gunanya itu mak comblang keluar
  masuk rumah (MENAHAN DIRI) Maafkan saya nona. Saya belum
  mengerti maksud nona yang sebenarnya, (BEL BERBUNYI) Orang lagi
   ada urusan………….
DAHLAN       : (MASUK) Saya takut saya agak terlalu pagi, bukan begitu ? (LIHAT
  SERABI) Ha, tuan Serabi, apa kabar tuan ?.
SERABI         : (KESAMPING) Kalau aku lihat dia aku mau muntah (KERAS) Jadi
  bagaimana nona ? ya atau tidak ? (BEL BERBUNYI) Ya Tuhaaaaan
  (ARJUNA MASUK).
ARJUNA        : Barangkali nona Ambar, saya agak terlalu pagi dari pada kebiasaan pada
  kalangan yang terhormat, tetapi…(BILA DILIHATNYA YANG LAIN DIA
  AGAK CANGGUNG) Ah.
SERABI         : (KESAMPING) Sungguh, kalangan yang terhormat, dia sendiri berlaku
  seperti kambing bandot, mengembek, kian kemari. Aku bisa patahkan
  kakinya yang kurus itu (KERAS) Seperti yang telah saya katakana nona,
  bagaimana jawaban nona ? saya banyak sekali urusan, waktu saya
  sempit sekali. Bagaimana, ya atau tidak ?.
AMBARITA    : (KESAMPING) Aku tak tahu apa yang aku katakan (KERAS) Tuan,
  sungguh saya tidak pikir……maksud saya. Sunguh saya pikir…tuan,
  mengapa tuan tidak pergi ?!
SERABI         : Pergi ?
AMBARITA    : (KESAMPING) Ya Tuhan, apa yang telah kukatakan ?.
SERABI         : Nona bilang, pergi, pergi ? saya tidak kenal perkataan itu, saya akan cari
  di Woorden boek atau wet book van Strafrecht, perkataan itu belum
  pernah diucapkan dimukaku. Nona mengerti maksudku ? (IA
  MENDEKATI AMBAR DENGAN MENGANCAM).
AMBARITA    : (MENGAWASI, DAN MENDADAK BERTERIAK) Dia mau pukul aku,
  mau pukul aku, (IA LARI KELUAR, SERABI KAGET. TETANGG, ARINA
  YANG MENDENGAR JERITAN ITU MASUK. MELIHAT MUKA SERABI
  IA JADI TAKUT DAN IKUT MENJERIT).
ARINA            : (MENJERIT) Ia mau pukul kita, mau puku kita, (IA LARI KELUAR).
SERABI         : Terkutuk semua ini (BEL BERBUNYI, SUARA2 DI GANG).
KARIM           : (OFF) Ayo, cepat, mengapa harus berhenti ?
ACHMAD      : (OFF) Tali sepatuku lepas, kau dulu masuk, aku segera menyusul.
KARIM           : (OFF) Bohong kau !
ACHMAD      : (OFF) Percayalah, aku segera menyusul.
KARIM           : (MASUK KESAMPING) Macam2lah, tali sepatukulah, inilah, itulah….
SERABI         : Katakanlah padaku anak muda, apa gadis itu agak tidak sehat ?.
KARIM           : Apa yang terjadi ?
SERABI         : Neraka dunia, dia lari keluar kamar sambil berteriak-teriak dia mau
  pukul aku, pukul aku, apa kesimpulan tuan tentang ini.
KARIM           : O, memang dia sering begitu, memang agak sinting, tuan.
SERABI         : Tuan keluarganya, bukan ?
KARIM           : Ya, tuan
SERABI         : Macam apa
KARIM           : Apa ?
SERABI         : Keluarga bagaimana ?
KARIM           : Oh tuan, tante ibu saya ada apa2nya dengan ayahnya, dan ayahnya ada
 apa2nya dengan tante ibu saya, saya tidak tahu, Tanya saja sama istri
 saya.
SERABI         : Nona Amabar, sering diserang penyakit itu bukan ?
KARIM           : Selalu, ibunya mulai mengeluh tiga bulan sebelum nona Ambar
              dilahirkan.
SERABI         : Sebenarnya saya inginkan gadis yang agak berotak, tapi biarlah asal
  budelnya beres.
KARIM           : Tapi dia tak punya apa-apa.
SERABI         : Apa ?
KARIM           : Dia itu miskin seperti tikus dalam gereja.
SERABI         : Betul itu ?. bagaimana dengan rumah batunya ?
KARIM           : Tapi rumah macam apa ? dindingnya hanya batu bata selebihnya tidak
  lain dari pada bahan rongsokkan, kayu2nya dimakan bubuk, tidak ada
  tangganya.
SERABI         : Masak iya ?
KARIM           : Betul, tuan tahu, rumah zaman sekarang dibikin dari bahan apa ? kayu
  dan kertas keranjang sampah. Apakah rumah itu, akan saya jawab
  pertanyaan itu. Rumah didirikan hanya digadaikan.
SERABI         : Tapi rumahnya tidak digadaikan, bukan ?
KARIM           : Tuan yang terhormat, rumah ini tidak saja telah digadaikan. Tapi
  bunganya telah dua tahun tidak dibayar. Dan abangnya sudah siap mau
  menyerobotnya. Dia itu seorang ninggrat penjudi dan perampok, ibunya
  sendiri dirampoknya habis-habisan. Hanya tinggal sehelai kutang.
SERABI         : Tapi…tapi…itu nyonya Eliya bilang….kalau begitu dia penipu, penipu      
  besar. (KESAMPING) tapi bisa juga orang ini bohong, aku harus selediki
  ini.
ARJUNA        : (PADA KARIM) Boleh saya bertanya tuan ?
KARIM           : Tentu silahkan, tuan.
ARJUNA        : Karna saya sendiri tidak bisa bicara Inggris, maka akan sukar bagi saya
  untuk mengetahui apakah seorang pandai bahasa Inggris umpamanya
  nona Ambar, bisakah dia bahasa Inggris ?.
KARIM           : Satukata pun ia tak bisa.
ARJUNA        : Tidak satu perkataanpun.
KARIM           : Sepatahpun tidak. Istriku dan nona Ambar sama2 bersekolah, istriku ahli
  bahasa yang menakjubkan, saya harus perkenalkan dengan dia pada
  tuan. Tuan bisa bicara bahasa Tionghoa ?
ARJUNA        : Tidak tuan.
KARIM           : Biarlah istri saya bicara Tionghoa dengan tuan, nona Ambar selama
  bersekolah menghabiskan waktunya dengan berdiri disudut. Ini bagi
  guru bahasa Inggris tidak cukup. Nona Ambar harus dikeluarkan,
  dionslah.
ARJUNA        : (KESAMPING) Aku benar, pertama kali aku melihat dia, aku tahu dia
                          tidak bisa bicara bahasa Inggris.
SERABI         : Apa itu segala Inggris, apa yang ingin tahu apa itu mak
  comblang….tentu dia kuntilanak, mulutnya penuh kebohongan,
  rumahnya sendok peraknya, dokarnya kapan saja tuan mau melancong,
  siap sedia, katanya. Perempuan itu bisa mendongeng seperti wartawan2
  kita. Bagus tunggu sampai nanti ia ketangkap tanganku. (MASUK
  ELIYA, SERABI ? KARIM DAN ARJUNA SAMA2 BICARA). Nah…….itu
  dia setannya.
ARJUNA        : Nyonya, nyonya telah mengkhianati saya.
KARIM           : Pembalasan akan menimpa kau nyonya Eliya.
NY. ELIYA     : Kalau tuan-tuan tidak bicara berbareng seperti itu barangkali saya bisa
  menangkap apa2 yang tuan omongkan.
SERABI         : Dinding batu bata, dinding apa itu ?
NY. ELIYA     : Lho, bukan saya yang bikin. Barangkali memang harus begitu,
  seharusnya tuan salahkan arsiteknya bukan saya.
SERABI         : Seluruh rumah digadaikan. Biarkan setan menelanmu (IA MENGETOK
                          LANTAI DENGAN KAKINYA).
NY. ELIYA     : Tuan sungguh tidak tahu berterima kasih, siapa saja akan senang ada
  orang yang mau memikirkan kebahagiannya.
ARJUNA        : Tapi nyonya, nyonya bilang dia pandai bahasa Inggris, dia pernah
  sekolah, dia tahu semua Inggris, Jerman. Ilmu bumi, ilmu……….saya
  pikir nyonya ini sangat licik.
NY. ELIYA     : Dia seharusnya tahu bahasa Inggris, dia pernah sekolah. Dia tahu semua
  Inggris, Jerman. Ilmu bumi, ilmu……….
ARJUNA        : Nyonya tidak pernah dengar dia mempergunakan bahasa lain, selain
  bahasa Melayu.
NY. ELIYA     : Apa salahnya bahasa Melayu, saya bicara bahasa Melayu. Tuan orang
  Melayu, semua Dewa dan Mahdi bicara Melayu.
SERABI         : Setan. Kuntilanak, tunggu sampai kutangkap kau.
NY. ELIYA     : Sebaiknya saya berhati-hati, kalau ada orang yang suka pukul
 perempuan, lebih baik saya menjauh saja.
SERABI         : Tukang pukul perempuan (MENCOBA MENEKAN AMARAHNYA
  TETAPI TIDAK KUASA). Tunggu saja. Akan aku hajar kau, penipu
  orang-orang jujur, dan kau boleh bilang pada nona Ambar yang seperti
  batu permata itu bahwa dia sebenarnya, batu jalanan.
NY. ELIYA     : (PADA TOKOH SERABI YANG MENGHILANG) Dia bilang bahwa kau
  itu anak………..(KEPADA YANG LAIN) Karena dua gendut seperti babi,
  ia kira orang yang penting.
ARJUNA        : Sungguh nyonya Eliya, dengan sedih saya harus mengatakan bahwa
  nyonya itu penghianat, penghianat yang licik, nyonya tahu benar, bahwa
  kalau saya tahu nona Ambar tidak terpelajar, maka saya akan pantang
  menginjak lantai rumah ini. Saya sungguh tersesat, ah.
NY. ELIYA     : Pendidikan itu seperti arak, obat, tuan mudah sekali minum terlampau
  banyak (KETAWA). Mengapa ketawa (KARIM MENUNJUK PADA
  ELIYA DENGAN KETAWA) Dia gila.
KARIM           : (SAMBIL KETAWA) Bagaimana menjodohkan orang yang disusun oleh
  Madam Eliya, ratu dari segala nenek kebayan. Ha ha ha ha….
NY. ELIYA     : Ayahmu baru sinting barangkali waktu membenahi ibumu (ELIYA
  PERGI DENGAN MARAH).
KARIM           : (TERUS KETAWA) Oh, aku payah, aku melek (DAHLAN IKUT
  TERTAWA) Aku mati ketawa (DIA REBAH MENGAP2 DI KURSI).
DAHLAN       : Saya hargai kegembiraan yang tuan bawa. Mengingatkan saya pada
  Matros bernama Mochtar Bhahak. Dan ketawanya itu menular, siapa saja
  yang melihat dia ketawa, tentu akan ikut ketawa.
KARIM           : (HAMPIR SAJA) Tuhan mengampuni hambanya, wanita suka mau
  melampaui kesanggupannya, kalau aku mau menjodohkan orang tentu
  sampai beres segalanya.
DAHLAN       : Tuan suka mencarikan jodoh ?
KARIM           : Tentu, Saya bisa mengawinkan seseorang dengan seseorang.
DAHLAN       : Ya Tuhan. Orang yang aku perlukan, tuan Karin. Kawinkan saya dengan
  nona Ambar.
KARIM           : Tuan mau sungguh-sungguh.
DAHLAN       : Sungguh-sungguh saya.
KARIM           : Baik, saya akan kawinkan tuan dengan nona Ambar, dengan suatu
  perjanjian.
DAHLAN       : Ya, bagaimana ?
KARIM           : Tuan serahkan segalanya pada saya.
DAHLAN       : Serahkan segalanya pada tuan ? sampai kawin ?
KARIM           : Sampai bertunangan.
DAHLAN       : Sedikitnya saya harus bertemu dengan dia.
KARIM           : Tidak perlu, pulanglah, duduk anak-anak dirumah dan tunggu.
DAHLAN       : Tunggu, berapa lama ?
KARIM           : Berapa lama ? ah urusan sipil seperti ini hanya soal jam.
DAHLAN       : Wah……..Hebat, tapi tentunya tuan perlukan apa2 tertulis, surat
  pekerjaan saya, diploma saya………dia tentu akan menanyakan sesuatu,
  biarlah saya pergi mengambil surat-surat itu.
KARIM           : Tak perlu sama sekali, tuan Dahlan (BAWA DAHLAN KEPINTU) pulang,
  duduk seenaknya dan tunggu (DAHLAN KELUAR) Kemana si Achmad
  ini. Lama benar dia membetulkan tali sepatunya. Aku melihat sebentar
  (AMBARITA MASUK)
AMBARITA    : (MELIHAT SEKELILING) Semua telah pergi, tak seorangpun tinggal.
KARIM           : Tidak seorangpun.
AMBARITA    : Saya tidak tahu tuan Karim. Badan saya gemetar seluruhnya. Tuan
  Serabi itu sungguh menakutkan. Oh, istrinya akan habis dipukulinya.
  Dan saya tak habis pikir mungkin ia datang kembali.
KARIM           : Oh tidak nona, menurut pendapat saya, nona tidak akan melihat tuan
  Serabi lagi ataupun tuan Arjuna.
AMBARITA    : Bagaimana tuan Dahlan (DAHLAN MENONJOLKAN KEPALANYA DI
  PINTU).
DAHLAN       : (KESAMPING) Aku mesti dengar apa yang dikatakannya tentang diriku 
  dengan mulutnya yang seperti kuncup mawar itu, mesti !
KARIM           : (TIDAK TAHU DIINTIP DAHLAN) Siapa ?
AMBARITA    : (JUGA TIDAK TAHU DIINTIP DAHLAN) Tuan Dahlan.
KARIM           : Oh dia. Saya tidak percaya nona maksudkan dia. Keledai itu.
DAHLAN       : (KESAMPING) Apa ini ?
AMBARITA    : Dia tampan juga Tuan Karim.
KARIM           : Tapi dia minum seperti ikan, sungguh.
DAHLAN       : (KESAMPING) Apa ?
AMBARITA    : Tentu saja tidak bisa kawin dengan pemabuk.
KARIM           : Lebih jahat dari itu. Saya tidak bisa gambarkan barang sedikit
  bagaimana sifatnya yang rendah itu.
DAHLAN       : (KERAS) Dengar tuan Karim, tuan bicara terbalik. Sebenarnya tuan
  bicara baik-baik tentang kualitet saya. Puji kebaikan saya, you know ?
  tapi….sungguh, tuan berbuat berlainan. Saya tuduh tuan tuan bukan
  teman. Siapa yang tidak pro kita, anti kita, you know ?.
KARIM           : (KESAMPING) Dahlan ? ada apa dia disini (PELAN PADA AMBARITA)
  Lihat, apa yang saya bilang. Dia hampir tidak bisa berdiri, mabuk, nona
  harus usir dia (KESAMPING) Dimana Achmad (IA KELUAR)
DAHLAN       : (KESAMPING) Aku tahu sekarang, dia janji akan bicara buat aku, tapi
  justru dia menjelek-jelakan aku. Sinting ! (KERAS) Nona Ambar
  saya………
AMBARITA    : Oh, saya merasa tidak enak badan. Pusing kepala.
DAHLAN       : Siapa orangnya yang tidak punya kecurangan, nona Ambar lihat (IA
  MENYIBAKKAN RAMBUTNYA DAN MENUNJUKKAN TEMPAT
  BOTAK) Lihat ini, botak kecil saja. Karena sakit demam di samudra. Tapi
  rambut akan tumbuh lagi, tukang cukurku yang menjamin.
AMBARITA    : Saya senang, maksud saya, saya tidak peduli
DAHLAN       : Tentang kulit saya, tampak baik sekali kalau saya pake hitam.
AMBARITA    : Saya takut, saya harus tinggalkan tuan. (IA KELUAR)
DAHLAN       : (WAKTU AMBARITA JALAN) Tinggalkan saya ? mengapa nona ? apa
  salah saya ? apakah nona tetap menganggap kecurangan saya itu sangat
  besar ? (PINTU DITUTUP KERAS DIMUKA HIDUNGNYA) Hilang
Sekali lagi hilang, 17 kali aku mengalami ini dan selalu begini. Mula-mula berjalan lancar, kemudian…….daaar. harapan mengasap lenyap mereka menolak saya (MONDAR-MANDIR BERPIKIR) 17 kali ditolak, mengapa ? dia cari yang bagaiamana ? apa yang dia minta dari hidup ? apa yang membuatnya menolak (BERPIKIR DALAM) Kalau aku cacat aku bisa mengerti (PERHATIKAN BADANNYA) Tapi lihat aku semuanya pada tempatnya, alam telah mengkaruniaiku, you know ? sunggu tak dapat dimengerti, apa aku harus pulang kerumah dan melihat apa yang dalam koporku ? biar aku tidak punya hotel, aku ingat aku masih ada sajak di koporku yang pasti mempesona tiap wanita (PAUSE) Aku tidak mengerti……mula-mula lancar (PAUSE) apa boleh buat. Kapal tua ini harus mengubah arah. Memalukan (IA KELUAR, KARIM DAN ACHMAD MASUK MENGAWASI DIA)
KARIM           : Dia tidak lihat kita, nampaknya sedih.
ACHMAD      : Maksudmu……..apa dia telah ditolak ?
KARIM           : Ya, dia juga
ACHMAD      : Rim, aku berduka cita bersama mereka. Sungguh sedih ditolak.
KARIM           : Alaaaaaah. Sudahlah
ACHMAD      : Tetapi, aku hampir tak percaya bahwa dia aku keluarkan dan bilang
  padamu bahwa akulah pilihannya.
KARIM           : Pilih kau, dia muji kau. Ia benar-benar mabuk cinta.
ACHMAD      : Benar-benar ia bilang begitu ?.
KARIM           : Dia kelurkan kata-kata yang menakjubkan, bicara tentang kau terus-
  menerus dengan bahasa yang indah-indah. Ia pergunakan 1001 macam
  kata-kata yang aneh untuk menggambarkan cintanya padamu. Aku akan
  malu untuk mengulanginya.
ACHMAD      : Apa ia namakan aku ? Cintaku ? Pahlawanku, kekasihku, penawar
  dukaku…………..
KARIM           : Semua itu tidak berarti dengan apa yang dipergunakan kelak. Kalau
  kalian berdua sudah kenal satu sama lain, kalau sudah kawin.
ACHMAD      : Sungguh ?
KARIM           : Tapi jangan buang-buang waktu, bukalah hatimu lebar-lebar dan
  lamarlah saat ini juga.
ACHMAD      : Saat ini juga ? tapi………
KARIM           : Saat ini juga (HANDEL PINTU TERBUKA) Itu dia (AMBARITA MASUK)
                          Nona Ambar, saya bawa seorang mahluk lebih dari semua mahluk yang
  memuji nona setinggi angkasa raya. Belum pernah ada seorang pria yang
  cintanya terhadap seorang wanita begitu besar
  hingga………(PERLAHAN PADA ACHMAD) Serahkan padaku (PELAN2
  PADA AMBARITA) Dia pemalu, nona harus bijaksana. Berbuatlah
  supaya besar hatinya dan hilang malunya. Kedip dengan mata nona,
  tundukkan mata nona secara sopan kebawah dan mendadak melihat
  dengan mata tajam. Sekali dia tertangkap oleh mata nona, dia akan jadi
  klepak. Percayalah atau sedikit perlihatkan betis nona mungkin dia akan
  tidak tahan, dan dia akan menyergap. Mengapa nona tidak memakai
  kebaya tipis ? tapi itu pun cukup (KERAS) Saya harus pergi nona. Nona,
  boleh saya tinggalkan nona dalam pertemuan yang lebih akrab ? boleh
  saya mengintip didapur nona ? apakah meja makan nona sudah bersih
  dan siap ? makanan kecil yang enak dan lezat yang telah saya pesan
  akan diantarkan orang2. mungkin anggur yang saya pesan sudah
  datang, selamat tinggal. Sampai berjumpa lagi. (PELAN PADA
  ACHMAD) Desak terus, jangan gagal, sukses. (KARIM PERGI, ACHMAD
  DAN AMBARITA DUDUK DIAM)
ACHMAD      : Nona Ambar……..nona suka naik perahu ?
AMBARITA    : Naik perahu. Tuan Achmad ?
ACHMAD      : Maksud saya….ber…sampan-sampan….saya suka.
AMBARITA    : Ooooo
ACHMAD      : Nona tidak suka ?
AMBARITA    : Ooooo ya, suka juga
ACHMAD      : Tentu, kita tidak bisa harapkan cuaca akan tetap baik.
AMBARITA    : Tentu, kita tidak tahu apa cuaca tidak akan berubah.
ACHMAD      : Tapi saya suka kalau cuaca baik.
AMBARITA    : Saya paling suka……..hari yang terang benderang. (SEPI).
ACHMAD      : Nona Ambar, nona suka bunga ?
AMBARITA    : Ooo, ya suka, saya paling suka……..bunga-bunga indah.
ACHMAD      : Saya juga (PAUSE) Bunga apa yang paling nona suka ?
AMBARITA    : Ooo, saya tidak tahu benar bunga apa yang menjadi favorit saya. Oh iya
  ada juga bunga ross.
ACHMAD      : Ross nona Ambar.
AMBARITA    : Ya saya kira begitu. Tapi saya tidak tahu betul apakah ada bunga yang
  benar-benar yang saya sukai, tuan Achmad (PAUSE) tuan pergi ke gereja
  tentunya.                
ACHMAD      : Ya, ya tentu……………bukan maksud saya kemesjid.
AMBARITA    : Oh tuan beragama Islam. Saya Katolik.
ACHMAD      : Di gereja atau di mesjid atau di candi doa kita menuju ke Tuhan bukan.
  Bukan nona selalu bilang begitu ?
AMBARITA    : Oh ya betul tuan Achmad.
ACHMAD      : Hanya manusia yang membuat perbedaan.
AMBARITA    : Dan kita ini manusia.
ACHMAD      : Ya, dan kita ini manusia (IA MULAI MENGETUKI MEJA GELISAH,
  PAUSE) Nona…….capgomeh sudah dekat.
AMBARITA    : Belum belum ini, saya rasa.
ACHMAD      : Bulan depan.
AMBARITA    : Ya
ACHMAD      : Tapi kurang dari sebulan dihitung dari hari ini.
AMBARITA    : Tentu akan ramai
ACHMAD      : Sekarang tanggal sembilan, sepuluh, sebelas…….(MENGHITUNG
  DENGAN JARINYA)
AMBARITA    : Sudah dekat sekali.
ACHMAD      : Ya sudah dekat……nona……….mau ikut…berkedok ?
AMBARITA    : Saya…tidak tuan, dan tuan Achmad ?
ACHMAD      : Saya……tidak, nona Ambar.
AMBARITA    : Ooooo
ACHMAD      : Hmmm (IA MULAI MENGETUK-NGETUK MEJA LAGI KEMUDIAN
  BERDIRI MEMBUNGKUK).
AMBARITA    : Tuan sudah mau pergi ?
ACHMAD      : Orang bilang, ada waktu bertemu….ada waktu berpisah…(PAUSE)
  Maukah nona memaafkan saya ? saya menjemukan nona.
AMBARITA    : Menjemukan ? saya senang sekali.
ACHMAD      : Tidak, tidak. Saya menjemukan
AMBARITA    : Tidak, sungguh saya menikmati tiap detik percakapan dengan tuan.
ACHMAD      : Kalau begitu, nona bolehkah saya mengharap nona akan membolehkan
  saya, mengusulkan……….
AMBARITA    : Mengusulkan apa tuan Achmad ?
ACHMAD      : Bertemu lagi lain waktu ?
AMBARITA    : Tentu, tentu tuan Achmad. Tuan mesti datang lagi (MEREKA
  BERSALAMAN, ACHMAD KELUAR). Oh sungguh priya yang baik,
  senang suka mengenalnya. Lebih baik, aku terpaksa suka padanya. Dia
  dan berkelakuan baik dan pandai. Temannya itu benar, sayangnya tuan
  Achmad lekas pergi. Ku ingin lebih lama ia disini, bercakap-cakap
  dengan dia sangat menyenangkan, tapi aku tak dapat bicara. Aku mau
  cerita banyak tentang segala sesuatu. Aku takut terlalu malu, hatiku dag
  dig dug seperti lonceng. Lelaki baik, aku mesti lekas bilang sama tante
  (TERIAK) tante…..tante……(AMBAR MASUK, KARIM DAN ACHMAD)
KARIM           : Mengapa buru2 pulang ?
ACHMAD      : Mengapa harus berlama-lama disini ?
KARIM           : Kau buka hatimu padanya ?
ACHMAD      : Barangkali tidak, tapi kami bicara tentang yang lain-lain hal.
KARIM           : Tidak buka hatimu ? yang lain2 itu tidak ada gunanya.
ACHMAD      : Dengar kawan, bagaimana aku bisa  begitu masuk duduk dan terus
  bilang “ Nona Ambar mari kita kawin”.
KARIM           : Setengah jam kau berduaan dengan dia, apa saja yang kalian obrolkan ?
ACHMAD      : Macam2, enak juga, aku nikmati setiap detik.
KARIM           : Rupanya kau suka membuat jalan jadi buntu. Satu jam sebelum kawin
              dan kau belum meminangnya. Kau masih saja ngobrol tentang tetek
  bengek dan duduk enak-enak.
ACHMAD      : Sejam lagi kawin ? Apa maksudmu ?.
KARIM           : Betul. Semua telah siap.
ACHMAD      : Kawin ? Hari ini ?
KARIM           : Betul ?
ACHMAD      : Hari ini.
KARIM           : Kau bilang kau akan siap kalau yang lain sudah pergi. Nah, mereka
  sudah pergi semua, tidak ada yang merintangi.
ACHMAD      : Aku tetap pada pendirianku, aku tidak akan menjilat ludahku kembali.
  Hanya aku minta waktunya diundurkan sedikit. Sebulan atau enam
  minggu.
KARIM           : Sebulan atau enam minggu ?
ACHMAD      : Dua bulanlah.
KARIM           : Gila kau.
ACHMAD      : Ia lah, enam minggu.
KARIM           : Tak mungkin, penghulu sudah dikasi tahu. Saksi-saksi sudah siap.
  Jangan begitu tolol mad, kawinlah…kawin.
ACHMAD      : Aku mengerti kesukaranmu rim. Tapi aku tak bisa, sungguh menyesal.
KARIM           : Tak bisa ? kau laki-laki, kau bisa berbuat apa yang telah kau tentukan.
  Tentukan !
ACHMAD      : Ya nanti, aku percaya betul aku bisa.
KARIM           : (MARAH SEKALI) Mengapa kau begitu lamban, bekicot.
ACHMAD      : Sayang kawan, kau harus akui keadaanku sangat sukar.
KARIM           : Apa yang sukar, sudah waktunya kau urus keperluannya sendiri untuk
  dirimu sendiri. Atau hidupmu sendiri, kuatkan dirimu, mengerti ?
ACHMAD      : Aku mengerti maksudmu, kalau mungkin…..untuk senangkan hatimu…
KARIM           : Mad, apakah aku harus berlutut didepanmu.
ACHMAD      : Buat apa ?
KARIM           : (BERLUTUT) aku berlutut, aku mohon, kupinta, kudesak, jangan tolol
  kau.
ACHMAD      : Aku sudah bilang.
KARIM           : (BERDIRI) Kau anak jadah.
ACHMAD      : Sampailah aku, jangan hiraukan aku.
KARIM           : Kau gila, terpaksa aku harus mengambil kesimpulan yang sungguh
  sangat menyedihkan. Bahwa didunia ini tak ada orang lebih gila dan
  tolol  seperti kau.
ACHMAD      : Terus, terus. Kau habisakan kau muntahkan semua empedumu.
KARIM           : Mengapa, aku kerjakan ini semua ? buar apa ?. buat siapa, buat kau
  sontoloyo sinting, tak mau kau harus lagi.
ACHMAD      : Itu pikiran yang baik. Kerjakanlah, jangan hiraukan lagi.
KARIM           : Tapi susahnya sondar pertolonganku, kau tidak akan maju barang
  sedikit, kalau kau tidak aku kawinkan kau akan tetap sinting selama
  hidupmu.
ACHMAD      : Aku mengerti maksudmu kawan. Tapi apa gunanya kau pikirkan aku
  juga.
KARIM           : Karena aku merasa itu sebagai panggilan hidupku untuk mengubah kau.
ACHMAD      : Nah gampang saja, bikin saja panggilan hidup yang lain.
KARIM           : Edan ! Pergi kau.
ACHMAD      : Ya, memang itu yang kumau.
KARIM           : Kuharap kau ketubruk mobil pemabuk. Badanmu hancur berkeping-
  keping, achmad habislah sudah persahabatan kita, jangan kau tonjolkan
  mukamu didepan aku lagi.
ACHMAD      : Tidak, kau tidak akan lihat aku lagi (IA KELUAR)
KARIM           : Kirimkan selama pada si setan belang (MEMBUKA PINTU DAN
  MENERIAKI ACHMAD GILA, MONDAR-MANDIR DIKAMAR SANGAT
  BINGUNG DAN MARAH). Orang gila dan aku tidak lebih kurang, benar ?
  aku juga gila, buat apa aku harus bersusah payah, teriak-teriak sampai
  serak ? dia itu anak ku. Misanku yang lama telah hilang, aku ini apa ?
  babunya yang urus ompolnya ? nenek moyangnya, buat apa aku siksa
  diriku buat dia mengapa ? mengapa kita berbuat seperti yang telah kita
  perbuat, mengapa dia tidak dimakan setan ? penipu ? aku tidak doyan
  mukanya, aku pukul hidungnya, jewer kupingnya (IA KERJAKAN
  SEMUA ITU DI UDARA) Yang bikin aku marah sekali ini, caraku
  membiarkan dia pergi dari sini. Dia begitu saja pergi, pulang mendengur
  didepannya isap pipanya, mahluk jenis, dari semua muka yang kubenci,
  mukanyalah yang paling kotor. Tuhan tidak akan bisa ciptakan muka
  yang lebih kotor dari mukanya aku tahu (IA KELUARKAN BERLARI
  PAUSE, AMBARITA MASUK)
AMBARITA    : Hatiku masih berdetak, kemana saja kuhadapkan mukaku. Disana berdiri
  tuan Achmad, orang bilang “Manusia tidak bisa menghindari dari
  nasibnya”. Aku mulai mengerti maksudnya, aku telah coba
  menghilangkan dari pikiranku, aku mencoba menggulung wol,
  merendah. Tapi selalu saja tuan Achmad muncul mendadak dari tiap
  bayangan. (PAUSE) Kesucian perawan, selamat tinggal. Mereka akan
  membawa aku ke penghulu, serahkan aku pada tuan Achmad tinggal
  aku seorang diri dengan dia. Oh…….aku gemetar (IA NANGIS) Masa
  remaja dan damai selamat tinggal, selamat datang kesukaran. Anak-
  anak kecil membawa kesukaran anak laki-laki selalu bertengkar dan
  anak perempuan cepat sekali dewasa sebelum kau menolak. Kemudian
  calon suami harus dicarikan bagi mereka. Mudah-mudahan bakal suami
  mereka orang baik, mudah-mudahan kalau mereka kawin dengan
  penjudi atau pemabuk, aku tak sanggup memikul deritanya. Gadis-
  gadisku kawin dengan……..oh, (MENANGIS LAGI) Seakan aku belum
  lama sendirian, baru 27 tahun. Belum lagi aku merasa kesenangan hidup
  membujang (SUARA BERUBAH) Tapi dimana tuan Achmad ? mengapa
  terlambat ? (MASUK DIDORONG OLEH KARIM).
ACHMAD      : (TERPUTUS-PUTUS) Nona Ambar……saya kembali………
AMBARITA    : Apa, tuan Achmad !
ACHMAD      : Saya kembali mau menerangkan ses……sesuatu, tapi saya kira nona
  akan merasakan aneh bukan ?
AMBARITA    : (MENUNDUK MATANYA) Ada apa, tuan Achmad ?
ACHMAD      : Oh, nona tentu merasa aneh bukan ?
AMBARITA    : (MASIH MENUNDUK) Saya belum tahu tuan Achmad.
ACHMAD      : Tapi kalau nona merasa aneh, nona tentunya akan berpikir akan merasa
  aneh bukan ?
AMBARITA    : (MENELAN LUDAH) Oh tidak, saya pasti, bahwa apa yang akan tuan
  katakan tentu baik.
ACHMAD      : Tetapi ini sesuatu yang nona belum lagi dengar (AMBARITA MAKIN
  MENUNDUK MATANYA,KARIM MENUJU MENDEKATI ACHMAD)
  Begini, ah tidak, biar saya katakan lain kali.
AMABRITA    : Katakan apa tuan Achmad ?
ACHMAD      : Sesungguhnya nona Ambar, saya mau mengatakan terus terang tapi
  kata-katanya tidak mau keluar.
KARIM           : (KESAMPING SAMBIL MELIHAT TANGGANYA) Ini bukan laki-laki
  banci, bikin malu laki-laki, sandal nenek tua.
AMBARITA    : Mengapa kata-katanya tidak mau keluar tuan Achmad ?
ACHMAD      : Mengapa ? saya sendiri tidak tahu nona Ambar (MENDADAK LANCAR)
  Barangkali dalam hati saya ini orang yang suka lekas percaya. Tidak
  punya kepercayaan, atau mungkin saya orang yang tidak normal sama
  sekali, seorang mahluk yang sakit yang sangat berbahaya untuk
  mengikat.
KARIM           : (KERAS) Hentikan ocehan itu, nona Ambar maksud yang penuh rahasia
  itu tidaklah lain dari pengakuan tuan Achmad bahwa dia tidak bisa hidup
  lebih lama lagi dengan tiada nona disampingnya, siang malam ia
  bermimpi-mimpi memimpikan kecantikan nona dan yang lain-lain.
  Sukakah nona menerima ia sebagai suami ?
ACHMAD      : (HAMPIR TIDAK BISA MENGUASAI DIRINYA,PELAN2 PADA KARIM
  DISIKUNYA) Ini sudah keterlaluan kawan.
KARIM           : (TIDAK MENGHIRAUKAN) Jadi apa jawab nyonya ? Nyonya menyetujui
  akan membikin dia bahagia dan yang lain-lain.
AMBARITA    : Dari seorang gadis orang tidak boleh mengharapkan gadis itu akan
  mengatakan cintanya akan membikin seseorang bahagia, tapi saya
  setuju.
KARIM           : Kalau demikian, beres, selamat (ACHMAD MENCOBA BERBISIK
  KETELINGA KARIM,KERUTKAN JIDADNYA DAN MENGANCAM
  MEMUKUL, ACHMAD BERSALAM) (PEGANGKAN TANGAN MEREKA
  SATU SAMA LAIN) Atas nama Tuhan yang murah, dengan ini saya
  resmikan pertunangan antara nona Ambarita Rumanti dengan tuan
 Achmadin Achmad. Perkawinan kalau pikiran saya diperlukan itu….bukan
 seperti panggil taksi fan melancong ke Zandroort. Tidak, perkawinan itu
 suatu kewajiban yang suci, lain kali kalau ada waktu akan saya terangkan
 sejelas-jelasnya bagaimana sucinya dan bagaimana luhurnya kewajiban
 itu. Menurut saya tetapi saya takut tidak dibenarkan oleh sensor dan
 penonton. Achmad, kau harus cium bakal istrimu. (AMBAR
 MENUNDUKKAN MATANYA) Ya nona biasanya, bagi mereka jangan
 membikin ini suatu kebiasaan pada saat seperti ini, nona harus
 membiarkan dicium oleh bakal suami nona.
ACHMAD      : Ya, ya betul nona, nona harus membiarkan saya mencium nona (IA MAU
  MENCIUM, TAPI DIHALANGI KARIM).
KARIM           : Jangan kau tadi bilang “Menurut saya, tapi penonton dan sensor tidak  
akan membenarkan” (AMBAR MENUNDUKAN MATA KEMALUAN)
ACHMAD      : Nona Ambar, tangan nona kecil mungil mengapa nona punya tangan
  begitu kecil dan indah ? saya harap perkawinan segera dilangsungkan
  segera.
AMBARITA    : Segera ? oh secepat itu ?
ACHMAD      : Lebih cepat dari itu, saya mau dikawinkan sekarang juga.
KARIM           : Hidup……horre, lebih baik nona cepat tukar pakaian, saya sudah pesan
  taksi dan tamu-tamu sudah diundang. Mereka menunggu di Mesjid,
  pakaian pengantin nona sudah siap !.
AMBARITA    : Tunggu sebentar tuan Karim (IA KELUAR CEPAT)
ACHMAD      : Rim, boleh aku mengucapkan terima kasih padamu. Terima kasih dari
  hati sanubariku yang penuh terima kasih. Aku baru tahu artinya teman
  baik itu, percayalah tahun depan aku akan menengok kuburan ayahmu.
KARIM           : Aha, aku senang sekali kau bahagia (MERANGKUL ACHMAD) Mudah-
  mudahan perkawinan ini akan dikarunia dengan banyak anak.
ACHMAD      : (MENYANYI) Ah, sweet mystery of life, at last I pound thee. Dunia baru
  membuka didepanku, bersemi, mengguruh, bergelora hingga hari ini,
  aku tidak perhatikan, tidak lihat, senang semua itu didepanku, aku tidak
  melihat diriku sendiri, kawan. Seperti seorang buta aku berjalan hari
  demi hari aku hidup dalam liku-liku yang tidak ada artinya dan
  membosankan, tidak tahu apa-apa.
KARIM           : Hidup dimulai dari balik putus harap. Atau ditempat lain aku melihat apa
  santapan itu sudah datang. Aku segera kembali (KESAMPING) Tetapi
  ada baiknya aku bawa topinya, siapa tahu (IA KELUAR SAMBIL BAWA
  TOPI ACHMAD).
ACHMAD      : (TERMENUNG) Aku tidak tahu apa-apa. Hidup orang membujang berarti
  sama dengan mati. Hidup…..apa artinya bagiku hingga kini tiap hari ke
  kantor. Duduk dimeja, telan makanan, mengorok dalam tidur. Hampa,
  membosankan hidup tidak beristri itu tidak hidup sama sekali. Kalau aku
  jadi raja yang berkuasa aku perintahkan semua orang harus kawin.
  Hidup membujang kularang sama sekali dengan keras (PAUSE) Pikiran
  aku kawin. Pikiran akan kawin dalam tempo yang sangat pendek, aku
  segera mengecap segala kegairahan dongeng roman, hmm (MENYAPU
 JIDATNYA) Tentu mempunyai seginya yang berdiri walau bagaimana
  juga, sedikit menakutkan juga. Mengikat diri untuk selama-lamanya tidak
  bisa dicabut kembali tidak bisa mundur. Nasi sudah menjadi bubur,
  sekarang sudah terlambat, nasib sudah digores. Taksi sudah menunggu
  beberapa menit aku sudah di Mesjid perhalatan segera dimulai. Nasib ku
  sudah dipastikan tidak bisa dirubah ? tak mungkin lewat pintu, itu pun tak
  mungkin. Orang akan teriak” Kemana ? buat apa ? bagaimana lewat
  memanggil-manggil tidak sopan santun” Tidak lagi (MENDEKATI
  JENDELA) Tapi sebenarnya tidak begitu tinggi, orang pernah loncat dari
  jendela yang lebih tinggi, dimana topiku ? hilang ? sial ? aku tidak pernah
  jalan sonder tapi (PAUSE) Tapi itu bukan suatu undang-undang hanya
  kebiasan belaka, kalau perlu kebiasaan bisa diubah (PAUSE)
  (MENDADAK ADA YANG MENGGERAKKAN IA MELONCAT IA DARI
  JENDELA) Sonder topi pun jadi, kehendak Tuhan harus berlaku (IA
  LONCAT KELUAR JENDELA TERDENGAR SEPERTI IA JATUH) Ya
  Tuhan……..aduh kakiku sakit,  taksi, taksi…..
SOPIR            : (OFF) Ya, tuan kemana ?
ACHMAD      : (OFF) Petojo
SOPIR            : (OFF) Baik, sebelah mana (TERDENGAR SUARA TAKSI MENJAUH)
                          (AMBARITA DALAM PAKAIAN PENGANTIN MASUK MALU2
  TUNDUKKAN KEPALA)
AMBARITA    : Kenapa heran, aku gemetaran lagi……aku malu dia tidak ada,
  barangkali aku tenang, mudah2 dia keluar sebentar, untuk mengambil
  apa (MELIHAT BERKELILING, MENCARI) Dia tidak ada, kemana dia ?
  kemana dia ? (MEMBUKA PINTU MEMANGGIL2 DI GANG) Nyonya
  Eliya, dimana tuan Achmad, dia pergi ?                       
NY. ELIYA     : (OFF) Dia ada didalam nama dalam
AMBARITA    : Di dalam mana ?
NY. ELIYA     : (MASUK) Dia duduk disini tadi ?
AMBARITA    : Dimana ?
NY. ELIYA     : Aneh, dia tidak keluar. Saya menunggu di gang tidak lihat ia.
AMBARITA    : Dimana dia ?
NY. ELIYA     : Apa dia pergi lewat pintu belakang ? sama tante nona barangkali
AMBARITA    : Tante Arina…….tante Arina….(ARINA MASUK DALAM PAKIAN
  BAGUS)
ARINA            : Ada apa  sayang !
AMBARITA    : Tante lihat tuan Achmad ?
ARINA            : Tidak sayang, kukira dia ada disini
NY. ELIYA     : Dia tidak disini dan dia tidak keluar dari pintu.
AMBARITA    : Dia tidak ada disini (KARIM MASUK)
KARIM           : Ada apa ?
AMBARITA    : Tuan Achmad hilang !
KARIM           : Hilang ! bagaimana dia bisa hilang ? kemana dia pergi ?
AMBARITA    : Dia tidak pergi
KARIM           : Dia tidak pergi, dan dia tidak ada disini ? saya juga didepan pintu.
ARINA            : Aku yakin dia tidak lewat pintu belakang.
KARIM           : Bagaimana bisa hilang kalau dia tidak pergi. Dia tentu sembunyi, mat
  jangan main gila. Ayo muncul jangan sembunyi2, kau tidak akan dibunuh
  paling2 dihukum seumur hidup. Penghulu sudah siap jatuhkan putusan
  (DIA TENGOK DIBAWAH LEMARI ,DIBAWAH MEJA, KURSI DAN
 DIMANA-MANA) Aneh betul, dia tidak bisa pergi. Tapi masih dikamar
 sebelah, dia tidak pernah jalan-jalan sondar topi, percayalah.
ARINA            : Si Siti tentu saja tahu, ia baru saja dijalanan baru pulang dari warung,
  (SITI MASUK) Kau lihat tuan Achmad dia pergi.
SITI                 : Tuan Achmad ? oh ya nyonya, dia loncat dari jendela 5 menit yang lalu
  (AMBARITA MENJERIT PEREMPUAN2 ITU BERSAMA MENJERIT)
  Dari pintu !”  betul nyonya, kemudian ia panggil taksi dan pergi.
ARINA            : Siti kau bicara sungguh-sungguh.
KARIM           : Tidak dia dusta, tak mungkin
SITI                 : Tidak nyonya, tidak tuan, coba tanyakan sama tukang warung dia juga
  ikut.
ARINA            : (MENDEKATI KARIM) Ooo, begini cara tuan mempermain-mainkan
  kami, begini cara tuan bikin lelucon. Tuan mungkin betul-betul seorang
  yang terhormat. Tapi bagi saya tuan ini tidak lain dari pada seorang
  penipu. Bener saya bukan keturnan menak tetapi lebih baik saya mati
  dari pada melakukan penipuan semacam ini (PADA AMBARITA) Dari
  sayang nangislah sepuas-puas mu, nanti kalau sudah habis air matamu
  kita akan undang pedagang Badrun untuk bersama-sama minum kopi
  (IA KELUAR,BERSAMA KARIM TERPAKU BINGUNG)
NY. ELIYA     : Nah inikah orangnya yang istimewa yang bisa menjodohkan orang lebih
  baik dan lebih cepat dari Wak Comblang. Yah mungkin calon-calon
  didaftar saya bukannya keturunan menak atau ambastenaar, tapi yang
  pasti mereka bukannya keturunan loncat dari jendela. Percayalah !
KARIM           : Tidak mungkin, aku tahu pasti bahwa dia kemari (IA PERGI)
NY. ELIYA     : (PADA KARIM) Memang tuan pandai mencarikan jodoh buat seseorang
  (PADA PENONTON) Kalau seorang laki-laki pergi urusan selalu bisa
  dibereskan kembali, percayalah. Tapi kalau pengantin laki-laki loncat dari
  jendela, perkawinan akan sukar diteruskan.