Senin, 29 Februari 2016

PANGLIMA TALAM



PANGLIMA TALAM
(Episode Satu Birah Satu Keladi)


Sinopsis :

Samad dan Kundan tak sengaja bertemu disuatu tempat. Lazimnya teman lama bertemu, mereka berbicara mengurai kenangan lama. Pertemuan itu penuh keakraban dan membicarakan hal-hal yang berkembang di masyarakat. Pembicaraan akhirnya mengarah kepada saran dan usulan yang akan mereka ajukan kepada Raja. Merekapun sepakat menghadap Raja.
Ternyata untuk menghadap Raja tidak semudah yang mereka bayangkan. Para pengawal Raja merasa sebagai panglima dan saat-saat tertentu dapat berlaku seperti Raja. Ketika berhadapan dengan pengawal pertama, kesempatan dibuka selebar-lebarnya dengan catatan Samad dan Kundan harus menyediakan 30 % didepan dari nilai proyek yang dibicarakan. Pengawal pertama juga berpesan kepada Samad dan Kundan untuk tidak mengatakannya kepada siapa-siapa.
Giliran pengawal kedua justru mempersulit pertemuan Samad dan Kundan untuk bertemu Raja. Dengan berbagai alasan yang sulit dipahami, pengawal kedua menyuruh Samad dan Kundan pulang saja. Padahal dibalik alasannya, pengawal kedua tak jauh berbeda dari pengawal pertama. Ia selalu minta 30 % didepan sebagai uang dengar. Pengawal kedua  menyuruh Samad dan Kundan untuk pulang saja dan kalau datang sekali lagi apapun yang dibawanya harus “belah jengkol” dulu baru bisa menghadap Raja.
Samad dan Kundan datang lagi untuk menghadap Raja.Tetapi kali ini mereka bukan ingin menyampaikan saran dan usulan kepada Raja, melainkan mengakali permintaan para pengawal.  Pengawal Raja senang Samad dan Kundan akhirnya datang lagi. Mereka mengadu keberuntungan dengan memilih-milih antara Samad apa Kundan yang menjadi bagiannya.  Tetapi setelah diceritakan akhirnya mereka mengelak menerimanya. Samad membawa orang jompo yang pesakitan sementara Kundan membawa sampah. Samad dan Kundanpun menuntut dijumpakan dengan Raja. Selagi ribut atas bagian yang sesungguhnya tidak diinginkan pengawal, Raja akhirnya keluar. Setelah mendengar pengakuan Samad dan Kundan, Raja akhirnya marah dan menghukum pengawalnya dengan membersihkan apa yang dibawa Samad dan Kundan  serta seluruh halaman istana.


BAGIAN PERTAMA

PERSIMPANGAN JALAN SEBUAH KAMPUNG. JALAN ITU SEDANG SUNYI. HANYA ADA DUA ORANG PEJALAN KAKI MELEWATI JALAN ITU DARI ARAH YANG BERLAWANAN. SATU SAMA LAIN MULANYA TIDAK SALING MELIHAT. SETELAH DEKAT DAN BERPAPASAN, BARULAH KEDUANYA TERKEJUT DAN SALING MENYAPA.

Samad                         : Eh... engkaunya dan.
Kundan           : Betulnya kau mad
Samad                         : Kundan kan !
Kundan           : Iyahlah mad. Siapa lagi.

MEREKA SALING BERSALAMAN AKRAB DENGAN CARA YANG BIASA MEREKA LAKUKAN APABILA BERTEMU. CARA ITU MEMANG TAK BIASA BAGI KEBANYAKAN ORANG, TETAPI BAGI KEDUANYA CARA BERSALAMAN MEREKA MENGGAMBARKAN HUBUNGAN YANG BEGITU AKRAB.

Kundan           : Sudah lama engkau pulang ?
Samad             : Baru sepekan ini. Lama kali kita tak jumpa. 
Kundan           : Iya. Tak bisa dihitung berapa kali sudah orang  mengetam padi.
Samad                         : Ah namanya juga perantau. Angin baik barulah pulang.
Kundan           : Tapi tak bisa kau lupakan medan mainmu.
  Masih kau ingat sama si Leha ?  
Samad                         : Leha yang mana ?
Kundan           : Iyah ....ada berapa Leha di kampung kita.
Samad             : Ya ada dua la dan. Ah......macam kau tak pernah ketepian mandi.
Satu Leha yang seperti katak dalam tempurung. Nah yang satu lagi yang sering kau intai di tepian mandi.
Kundan           :  Oh iya.
Samad                         : Kalau Leha yang sering ke sungai itu, ingat kali akupun. Pulangpun rasanya
                          mau  jenguk dia.
Kundan           : Jenguk ?
Samad             : Iya kenapa?.  Kau ragukan niatku !
Kundan           : Tidak. Dia sudah meninggal.
Samad             : Alahmak.
Kundan           : Tidak kau tahu ?
Samad             : Siapa yang bagi kabar.

SAMAD SEPERTI KEHILANGAN ORANG YANG DICARINYA. MEREKA TERTEGUN SEJENAK. KEDUANYA MENGENANG MASA-MASA SILAM SAAT PERNAH DEKAT DENGAN LEHA YANG DIKABARKAN SUDAH MENINGGGAL.

Kundan           : Sudahlah mad, Sudah lama kali tu.
Samad                         : Jadi yang Leha semut beriring.
Kundan           : Ya...ya...yang  Lebah bergantung.
Samad                         : Delima merekah.
Kundan           : Biji mentimun.
Samad                         : Mayang terurai.
Kundan           : Batang padi.

SAMAD DAN KUNDAN KEDUANYA MENGUMBAR GELAK DENGAN LEPAS. KEDUANYA SEPERTI MENYIMPAN KENANGAN YANG DALAM PULA DENGAN LEHA YANG LAIN LAGI. DI UJUNG GELAK MEREKA YANG PANJANG DAN PUAS, MEREKA BERSALAMAN LAGI SEPERTI KETIKA PERTAMA KALI TADI MEREKA BERTEMU.
Samad                         : Kau masih si Kundan si tukang pancing.  
Kundan           : Kau pun masih penabur umpan.  
Samad                         : Jadi Leha yang itu ?
Kundan           : Salah dia makan umpan.
Samad                         : Bukan umpan yang kau tabur ?
Kundan           : Bukan. Jadi isteri abahku dia sekarang.
Samad                         : Kenapa kau yang menabur  abahmu yang mengkautnya !
Kundan           : Ah dasar dia tak tahu mana udang mana lumut. Semua dia makan.
Samad             : Jadi. Kau panggil emak ?
Kundan           : Iyalah. Tak mungkin semut beriring, lebah bergantung. delima merekah,
  biji   mentimun, mayang terurai, ba..
Samad                         : Sudah...sudah. ah...ah...

SAMAD TERGELAK LEPAS. DIPANDANGINYA KUNDAN  SEPERTI ORANG YANG KALAH SEBELUM KE GELANGGANG. DIAJAKNYA KUNDAN BERSALAMAN LAGI SEPERTI YANG MEREKA LAKUKAN TADI, MULANYA KUNDAN MENOLAK TAK SEMANGAT, TETAPI KARENA SAMAD TERUS MENGAJAKNYA,  AKHIRNYA KUNDAN IKUT JUGA.  

Samad                         :  Jadi tadi nak lalu kemana ?
Kundan           : Maksudnya nak mengadu sama kepala urung.
Samad                         : Ah nampaknya ada yang penting.
Kundan           : Dibilang penting tidaklah penting kali. Kalaupun didiamkan, banyak juga
                          nanti orang yang susah.
Samad                         : Apa itu mad ?

Kundan           : Kau tengoklah. Semua jalan macam sampah semua. Ada benih tak ada
pupuk. Tak pernah panen raya karena sering dimakan hama. Kita ni kan
tidak  seperti dulu lagi. Ibarat kalau pulang terlambat buah yang masak
dimakan burung.
Samad                         : Betullah itu dan. Pandai kau sekarang.
Kundan           : Selama kau tak ada akulah disorong-sorong orang kampung.
Samad             : Ikutlah aku. Bak kuceritakan juga eloknya negeri seberang. Rajanya
  suka masuk kampung keluar kampung. Kaum nelayan dibantunya.
  Tak ada orang yang tidak kerja.
Kundan           : Ah usah kau bandingkan dengan disini.
Samad             : Jadi kemana kita ni ?
Kundan           : Ya kerumah kepala urung.
Samad                         : Apa dia tak tahu nasib orang kampung kita disini ?
Kundan           : Yang ianya dia pura-pura tidak tahu.
Samad             : Mengapa tidak mengadu saja kepada Raja sekalian.
Kundan           : Iya juga ya. Tapi tak berani akau langsung ke istana. Menghadap Raja
                          Itu bukan macam menghadap  tabib.
Samad                         : Kalau begitu sama kita menghadap. Istana seberang saja aku pernah masuk.
                          Rasanya tidaklah kita disusahkan kalau memang niatnya nak majukan
  orang kampung.

SETELAH BERKATA SAMAD MENGAJAK KUNDAN PERGI DARI TEMPAT ITU UNTUK MENGHADAP RAJA SECARA LANGSUNG MENGADUKAN BERBAGAI PERMASALAHAN YANG DIGELISAHKAN ORANG KAMPUNG. MEREKA BERANGKAT PENUH SEMANGAT.




BAGIAN KEDUA

SALAH  SATU RUANGAN DALAM ISTANA. MESKI BUKAN TEMPAT UTAMA, TETAPI DI RUANGAN ITU TERDAPAT TEMPAT DUDUK RAJA TEMPAT IA MENDENGAR BERBAGAI PERMASALAHAN ATAS PEMERINTAHANNYA DARI KAUM KERABATNYA. MULA-MULA MASUK DUA ORANG PENGAWAL  SEOLAH MENGAMANKAN TEMPAT  TERSEBUT, TAK BERAPA LAMA KEMUDIAN MASUK DATUK HITAM DAN DATUK PUTIH, ORANG YANG SELAMA INI MENJADI KEPERCAYAAN RAJA.

Datuk Hitam   : Ada yang sumbang kalian tengok ?
Pengawal 1      : Tidak Datuk. Ruangan sudah sapu bersih.
Pengawal 2      : Sungguh Datuk, Tidak ada aneh. Tidak ada belalang dan jembalang disini.
Datuk Putih     : Jangan sampai yang jernih jadi keruh.
Pengawal 1      : Oh ..tidak Datuk. Sungguh-sungguh aman.
Pengawal 2      : Kami pengawal handal. Nyamukpun tidak kami bagi masuk.
Datuk Hitam   : Sekejab lagi Raja dan Ratu datang, sebelum mereka datang, apa yang
                          pantas kami dengar dari kalian.
Pengawal 1      : Apa ya. (Kepada pengawal 2).  Apa lagi yang belum kita katakan .
Pengawal 2      : Rasanya tidak ada Datuk. Karena memang tidak ada yang harus dirisaukan.
                          Semua baik, rakyat senang, tempatpun aman.
Datuk Putih     : Kalau kalian dengar ada yang sumbang, cepat kalian bagi kabar
  kepada Datuk.  Jangan sampai Raja lebih dahulu tahu.
Pengawal 1      : Siap Datuk.
Datuk Hitam   : Kalaupun ada kabar yang membuat senang, jangan pula kalian mabuk
                          Kepayang. Hidup tidak seorang. Kalaupun banyak bisa dibagi, sedikit 
  sama dirasa dan kalaupun tidak ada sama kita tahan
Datuk Putih     : Siap Datuk, amanat akan kami junjung.

TIDAK BERAPA LAMA KEMUDIAN, MASUK RAJA DAN PERMAISURI  BERSAMA BEBERAPA ORANG PEMBANTU DAN DAYANG-DAYANG. DATUK HITAM DAN DATUK PUTIH  BERSAMA PENGAWAL LANGSUNG MENGAMBIL POSISI YANG BIASANYA MEREKA TEMPATI. SETELAH RAJA DAN PERMAISURI  BESERTA PEMBANTUNYA BERDIRI PADA POSISINYA, MASUK PENARI-PENARI ISTANA MENGHIBUR RAJA DAN PERMASURI. MEREKA MENARIKAN SEBUAH TARI MELAYU DI RUANGAN ITU. SETELAH PENARI-PENARI SELESAI RAJA MENCURAHKAN PERASAAN  HATINYA KEPADA DATUK DAN PENGAWAL. 

Raja                 : Ada sesuatu yang beta rasakan, tetapi tidak dapat beta ketahui  apa
                          sesungguhnya yang terjadi.
Datuk Hitam   : Apa raja merasakan sesuatu yang terjadi di istana ini ?
Raja                 : Rasanya bukan.
Datuk Putih     : Apakah di luar sana ?
Raja                 : Mungkin sekali. Beta tidak tahu darimana datangnya, tetapi yang pasti
                          nama beta sepertinya terus dibicarakan dimajelis ramai.
Datuk Hitam   : Sehemat kami tidak ada yang sumbang atas kebijakan raja.
Datuk Putih     : Menurut datukpun begitu. Rakyat banyak yang senang karena raja berlaku
  Adil dan bijak.
Raja                 : Sungguhkah begitu ?
Datuk Putih      : Sungguh raja.

RAJA TERDIAM SEJENAK MENDENGAR PENGAKUAN DATUK PUTIH DAN DATUK HITAM. TETAPI APA YANG DIRASAKAN BELUM HILANG DARI HATINYA.

Raja                 : Beta berharap datuk tetap mencari tahu.
Datuk Hitam   : Segera raja.
Permaisuri       : Jangan biarkan gundah gulana raja sepanjang masa.
Datuk Putih     : Segala titah kami laksanakan. 
RAJA DAN PERMASURI BESERTA PEMBANTU DAN DAYANG-DAYANG PERGI DARI RUANGAN TERSEBUT. TINGGALLAH DATUK DAN PENGAWALNYA BERTANYA-TANYA TENTANG APA YANG DIKATAKAN RAJA TADI.

Datuk Hitam   : Apa pula yang membuat raja gundah.
Datuk Putih     : Inilah yang tidak kita ketahui. Apapun masalahnya, jangan sampai raja
                         yang menyelesaikannya. Kalau sampai itu terjadi, tidak ada gunanya lagi
                         kita disini. Selama ini kita adalah datuk-datuk yang terpandang.
Datuk Hitam   : Itu benar.
Datuk Putih     : Bila ada sesuatu yang masalah, eloknya diselesaikan dengan cara kita.
Datuk Hitam   : itu juga benar. Biar terjaga marwah kita.
Datuk Putih     : Pengawal, dari mulai sekarang segera perketat segala kabar yang masuk
                          kepada raja. Tidak ada lagi tamu yang masuk tanpa seizin kami.
Pengawal 1      : Siap datuk.
Pengawal 2      : Tapi bila ada yang perlu.
Datuk Hitam   : Segera bagi tahu.
Pengawal 2      : Bila datuk tidak ditempat.
Datuk Hitam   : Cari sampai dapat.
Pengawal 2      : Maaf datuk bi.....
Datuk Hitam   : Ah engkau ini, pandai tak terikuti, bodohpun tak terajar. Mengapa jadi
                         susah laksanakan perintah. Pengawal  jelebau.

SETELAH MARAH KEPADA PENGAWAL, DATUK HITAM DAN DATUK PUTIH PERGI DARI TEMPAT ITU. TINGGALLAH PENGAWAL SALING MELIRIK SATU SAMA LAIN. TETAPI BEGITU KEDUA DATUK TIDAK KELIHATAN LAGI, KEDUA PENGAWAL SENYUM DAN TERGELI SENDIRI.


BAGIAN KETIGA
SATU BAGIAN DARI HALAMAN ISTANA. DUA ORANG PENGAWAL SEDANG BERJAGA DIANTARA PINTU GERBANG MASUK YANG TAMPAK TERBUKA. TIDAK JAUH DARI MEREKA, PARA DAYANG-DAYANG ISTANA BERMAIN DAN MENARI DI TEMPAT ITU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar