PANGLIMA TALAM
(Episode Satu Birah Satu Keladi)
Sinopsis :
Samad dan Kundan tak sengaja bertemu disuatu
tempat. Lazimnya teman lama bertemu, mereka berbicara mengurai kenangan lama.
Pertemuan itu penuh keakraban dan membicarakan hal-hal yang berkembang di
masyarakat. Pembicaraan akhirnya mengarah kepada saran dan usulan yang akan
mereka ajukan kepada Raja. Merekapun sepakat menghadap Raja.
Ternyata untuk menghadap Raja tidak semudah yang
mereka bayangkan. Para pengawal Raja merasa sebagai panglima dan saat-saat
tertentu dapat berlaku seperti Raja. Ketika berhadapan dengan pengawal pertama,
kesempatan dibuka selebar-lebarnya dengan catatan Samad dan Kundan harus
menyediakan 30 % didepan dari nilai proyek yang dibicarakan. Pengawal pertama
juga berpesan kepada Samad dan Kundan untuk tidak mengatakannya kepada
siapa-siapa.
Giliran pengawal kedua justru mempersulit
pertemuan Samad dan Kundan untuk bertemu Raja. Dengan berbagai alasan yang
sulit dipahami, pengawal kedua menyuruh Samad dan Kundan pulang saja. Padahal
dibalik alasannya, pengawal kedua tak jauh berbeda dari pengawal pertama. Ia
selalu minta 30 % didepan sebagai uang dengar. Pengawal kedua menyuruh Samad dan Kundan untuk pulang saja
dan kalau datang sekali lagi apapun yang dibawanya harus “belah jengkol” dulu
baru bisa menghadap Raja.
Samad dan Kundan datang lagi untuk menghadap
Raja.Tetapi kali ini mereka bukan ingin menyampaikan saran dan usulan kepada
Raja, melainkan mengakali permintaan para pengawal. Pengawal Raja senang Samad dan Kundan akhirnya
datang lagi. Mereka mengadu keberuntungan dengan memilih-milih antara Samad apa
Kundan yang menjadi bagiannya. Tetapi
setelah diceritakan akhirnya mereka mengelak menerimanya. Samad membawa orang
jompo yang pesakitan sementara Kundan membawa sampah. Samad dan Kundanpun
menuntut dijumpakan dengan Raja. Selagi ribut atas bagian yang sesungguhnya
tidak diinginkan pengawal, Raja akhirnya keluar. Setelah mendengar pengakuan
Samad dan Kundan, Raja akhirnya marah dan menghukum pengawalnya dengan
membersihkan apa yang dibawa Samad dan Kundan
serta seluruh halaman istana.
BAGIAN PERTAMA
PERSIMPANGAN JALAN SEBUAH KAMPUNG. JALAN ITU
SEDANG SUNYI. HANYA ADA DUA ORANG PEJALAN KAKI MELEWATI JALAN ITU DARI ARAH
YANG BERLAWANAN. SATU SAMA LAIN MULANYA TIDAK SALING MELIHAT. SETELAH DEKAT DAN
BERPAPASAN, BARULAH KEDUANYA TERKEJUT DAN SALING MENYAPA.
Samad : Eh...
engkaunya dan.
Kundan : Betulnya kau mad
Samad : Kundan
kan !
Kundan : Iyahlah mad. Siapa
lagi.
MEREKA SALING BERSALAMAN AKRAB DENGAN CARA YANG BIASA
MEREKA LAKUKAN APABILA BERTEMU. CARA ITU MEMANG TAK BIASA BAGI KEBANYAKAN
ORANG, TETAPI BAGI KEDUANYA CARA BERSALAMAN MEREKA MENGGAMBARKAN HUBUNGAN YANG
BEGITU AKRAB.
Kundan :
Sudah lama engkau pulang ?
Samad :
Baru sepekan ini. Lama kali kita tak jumpa.
Kundan : Iya. Tak bisa
dihitung berapa kali sudah orang
mengetam padi.
Samad : Ah namanya
juga perantau. Angin baik barulah pulang.
Kundan : Tapi tak bisa kau lupakan medan
mainmu.
Masih kau ingat sama si Leha ?
Samad : Leha
yang mana ?
Kundan : Iyah ....ada berapa
Leha di kampung kita.
Samad : Ya ada dua la dan.
Ah......macam kau tak pernah ketepian mandi.
Satu Leha yang seperti katak dalam tempurung. Nah
yang satu lagi yang sering kau intai di tepian mandi.
Kundan : Oh iya.
Samad : Kalau
Leha yang sering ke sungai itu, ingat kali akupun. Pulangpun rasanya
mau jenguk dia.
Kundan : Jenguk ?
Samad : Iya kenapa?. Kau ragukan niatku !
Kundan : Tidak. Dia sudah
meninggal.
Samad : Alahmak.
Kundan : Tidak kau tahu ?
Samad : Siapa yang bagi
kabar.
SAMAD SEPERTI KEHILANGAN ORANG YANG DICARINYA.
MEREKA TERTEGUN SEJENAK. KEDUANYA MENGENANG MASA-MASA SILAM SAAT PERNAH DEKAT
DENGAN LEHA YANG DIKABARKAN SUDAH MENINGGGAL.
Kundan : Sudahlah mad, Sudah
lama kali tu.
Samad : Jadi
yang Leha semut beriring.
Kundan : Ya...ya...yang Lebah bergantung.
Samad : Delima
merekah.
Kundan : Biji mentimun.
Samad : Mayang
terurai.
Kundan : Batang padi.
SAMAD DAN KUNDAN KEDUANYA MENGUMBAR GELAK DENGAN
LEPAS. KEDUANYA SEPERTI MENYIMPAN KENANGAN YANG DALAM PULA DENGAN LEHA YANG
LAIN LAGI. DI UJUNG GELAK MEREKA YANG PANJANG DAN PUAS, MEREKA BERSALAMAN LAGI
SEPERTI KETIKA PERTAMA KALI TADI MEREKA BERTEMU.
Samad : Kau
masih si Kundan si tukang pancing.
Kundan : Kau pun masih
penabur umpan.
Samad : Jadi
Leha yang itu ?
Kundan : Salah dia makan
umpan.
Samad : Bukan
umpan yang kau tabur ?
Kundan : Bukan. Jadi isteri
abahku dia sekarang.
Samad : Kenapa
kau yang menabur abahmu yang mengkautnya
!
Kundan : Ah dasar dia tak
tahu mana udang mana lumut. Semua dia makan.
Samad : Jadi. Kau panggil
emak ?
Kundan : Iyalah. Tak mungkin semut beriring, lebah bergantung.
delima merekah,
biji mentimun, mayang terurai, ba..
Samad :
Sudah...sudah. ah...ah...
SAMAD TERGELAK LEPAS. DIPANDANGINYA KUNDAN SEPERTI ORANG YANG KALAH SEBELUM KE
GELANGGANG. DIAJAKNYA KUNDAN BERSALAMAN LAGI SEPERTI YANG MEREKA LAKUKAN TADI,
MULANYA KUNDAN MENOLAK TAK SEMANGAT, TETAPI KARENA SAMAD TERUS MENGAJAKNYA, AKHIRNYA KUNDAN IKUT JUGA.
Samad : Jadi tadi nak lalu kemana ?
Kundan : Maksudnya nak
mengadu sama kepala urung.
Samad : Ah
nampaknya ada yang penting.
Kundan :
Dibilang penting tidaklah penting kali. Kalaupun didiamkan, banyak juga
nanti orang yang susah.
Samad : Apa
itu mad ?
Kundan : Kau tengoklah.
Semua jalan macam sampah semua. Ada benih tak ada
pupuk. Tak pernah panen raya
karena sering dimakan hama. Kita ni kan
tidak seperti dulu lagi. Ibarat kalau pulang
terlambat buah yang masak
dimakan burung.
Samad :
Betullah itu dan. Pandai kau sekarang.
Kundan : Selama kau tak ada
akulah disorong-sorong orang kampung.
Samad : Ikutlah aku. Bak kuceritakan juga eloknya negeri
seberang. Rajanya
suka masuk
kampung keluar kampung. Kaum nelayan dibantunya.
Tak ada
orang yang tidak kerja.
Kundan : Ah usah kau
bandingkan dengan disini.
Samad : Jadi kemana kita
ni ?
Kundan : Ya kerumah kepala
urung.
Samad : Apa
dia tak tahu nasib orang kampung kita disini ?
Kundan : Yang ianya dia
pura-pura tidak tahu.
Samad : Mengapa tidak
mengadu saja kepada Raja sekalian.
Kundan : Iya juga ya. Tapi
tak berani akau langsung ke istana. Menghadap Raja
Itu bukan macam menghadap tabib.
Samad : Kalau
begitu sama kita menghadap. Istana seberang saja aku pernah masuk.
Rasanya tidaklah kita disusahkan kalau memang
niatnya nak majukan
orang kampung.
SETELAH BERKATA SAMAD MENGAJAK KUNDAN PERGI DARI
TEMPAT ITU UNTUK MENGHADAP RAJA SECARA LANGSUNG MENGADUKAN BERBAGAI
PERMASALAHAN YANG DIGELISAHKAN ORANG KAMPUNG. MEREKA BERANGKAT PENUH SEMANGAT.
BAGIAN KEDUA
SALAH SATU RUANGAN DALAM ISTANA.
MESKI BUKAN TEMPAT UTAMA, TETAPI DI RUANGAN ITU TERDAPAT TEMPAT DUDUK RAJA
TEMPAT IA MENDENGAR BERBAGAI PERMASALAHAN ATAS PEMERINTAHANNYA DARI KAUM
KERABATNYA. MULA-MULA MASUK DUA ORANG PENGAWAL
SEOLAH MENGAMANKAN TEMPAT
TERSEBUT, TAK BERAPA LAMA KEMUDIAN MASUK DATUK HITAM DAN DATUK PUTIH,
ORANG YANG SELAMA INI MENJADI KEPERCAYAAN RAJA.
Datuk Hitam :
Ada yang sumbang kalian tengok ?
Pengawal 1 :
Tidak Datuk. Ruangan sudah sapu bersih.
Pengawal 2 :
Sungguh Datuk, Tidak ada aneh. Tidak ada belalang dan jembalang disini.
Datuk Putih :
Jangan sampai yang jernih jadi keruh.
Pengawal 1 :
Oh ..tidak Datuk. Sungguh-sungguh aman.
Pengawal 2 :
Kami pengawal handal. Nyamukpun tidak kami bagi masuk.
Datuk Hitam :
Sekejab lagi Raja dan Ratu datang, sebelum mereka datang, apa yang
pantas kami dengar dari kalian.
Pengawal 1 :
Apa ya. (Kepada pengawal 2). Apa lagi
yang belum kita katakan .
Pengawal 2 :
Rasanya tidak ada Datuk. Karena memang tidak ada yang harus dirisaukan.
Semua baik, rakyat senang, tempatpun aman.
Datuk Putih :
Kalau kalian dengar ada yang sumbang, cepat kalian bagi kabar
kepada Datuk.
Jangan sampai Raja lebih dahulu tahu.
Pengawal 1 :
Siap Datuk.
Datuk Hitam :
Kalaupun ada kabar yang membuat senang, jangan pula kalian mabuk
Kepayang. Hidup tidak seorang. Kalaupun
banyak bisa dibagi, sedikit
sama dirasa dan kalaupun tidak ada sama kita
tahan
Datuk Putih :
Siap Datuk, amanat akan kami junjung.
TIDAK BERAPA LAMA KEMUDIAN, MASUK RAJA DAN PERMAISURI BERSAMA BEBERAPA ORANG PEMBANTU DAN
DAYANG-DAYANG. DATUK HITAM DAN DATUK PUTIH
BERSAMA PENGAWAL LANGSUNG MENGAMBIL POSISI YANG BIASANYA MEREKA TEMPATI.
SETELAH RAJA DAN PERMAISURI BESERTA
PEMBANTUNYA BERDIRI PADA POSISINYA, MASUK PENARI-PENARI ISTANA MENGHIBUR RAJA
DAN PERMASURI. MEREKA MENARIKAN SEBUAH TARI MELAYU DI RUANGAN ITU. SETELAH
PENARI-PENARI SELESAI RAJA MENCURAHKAN PERASAAN
HATINYA KEPADA DATUK DAN PENGAWAL.
Raja :
Ada sesuatu yang beta rasakan, tetapi tidak dapat beta ketahui apa
sesungguhnya yang terjadi.
Datuk Hitam :
Apa raja merasakan sesuatu yang terjadi di istana ini ?
Raja :
Rasanya bukan.
Datuk Putih :
Apakah di luar sana ?
Raja : Mungkin sekali. Beta tidak tahu
darimana datangnya, tetapi yang pasti
nama beta sepertinya terus dibicarakan
dimajelis ramai.
Datuk Hitam :
Sehemat kami tidak ada yang sumbang atas kebijakan raja.
Datuk Putih :
Menurut datukpun begitu. Rakyat banyak yang senang karena raja berlaku
Adil dan bijak.
Raja
: Sungguhkah begitu ?
Datuk Putih : Sungguh raja.
RAJA TERDIAM SEJENAK MENDENGAR PENGAKUAN DATUK PUTIH DAN DATUK HITAM.
TETAPI APA YANG DIRASAKAN BELUM HILANG DARI HATINYA.
Raja :
Beta berharap datuk tetap mencari tahu.
Datuk Hitam :
Segera raja.
Permaisuri :
Jangan biarkan gundah gulana raja sepanjang masa.
Datuk Putih :
Segala titah kami laksanakan.
RAJA DAN PERMASURI BESERTA PEMBANTU DAN DAYANG-DAYANG PERGI DARI RUANGAN
TERSEBUT. TINGGALLAH DATUK DAN PENGAWALNYA BERTANYA-TANYA TENTANG APA YANG
DIKATAKAN RAJA TADI.
Datuk Hitam : Apa pula yang membuat
raja gundah.
Datuk Putih : Inilah yang tidak
kita ketahui. Apapun masalahnya, jangan sampai raja
yang menyelesaikannya. Kalau sampai itu
terjadi, tidak ada gunanya lagi
kita disini. Selama ini kita adalah
datuk-datuk yang terpandang.
Datuk Hitam :
Itu benar.
Datuk Putih :
Bila ada sesuatu yang masalah, eloknya diselesaikan dengan cara kita.
Datuk Hitam :
itu juga benar. Biar terjaga marwah kita.
Datuk Putih :
Pengawal, dari mulai sekarang segera perketat segala kabar yang masuk
kepada raja. Tidak ada lagi tamu yang masuk
tanpa seizin kami.
Pengawal 1 :
Siap datuk.
Pengawal 2 :
Tapi bila ada yang perlu.
Datuk Hitam :
Segera bagi tahu.
Pengawal 2 :
Bila datuk tidak ditempat.
Datuk Hitam :
Cari sampai dapat.
Pengawal 2 :
Maaf datuk bi.....
Datuk Hitam :
Ah engkau ini, pandai tak terikuti, bodohpun tak
terajar. Mengapa jadi
susah laksanakan perintah. Pengawal jelebau.
SETELAH MARAH KEPADA PENGAWAL, DATUK HITAM DAN DATUK PUTIH PERGI DARI
TEMPAT ITU. TINGGALLAH PENGAWAL SALING MELIRIK SATU SAMA LAIN. TETAPI BEGITU
KEDUA DATUK TIDAK KELIHATAN LAGI, KEDUA PENGAWAL SENYUM DAN TERGELI SENDIRI.
BAGIAN KETIGA
SATU BAGIAN DARI HALAMAN ISTANA. DUA ORANG
PENGAWAL SEDANG BERJAGA DIANTARA PINTU GERBANG MASUK YANG TAMPAK TERBUKA. TIDAK
JAUH DARI MEREKA, PARA DAYANG-DAYANG ISTANA BERMAIN DAN MENARI DI TEMPAT ITU.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar